PADANG, HARIANHALUAN.ID– Tanda tangan rekomendasi Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah dalam proses izin usaha PT Sumber Permata Sipora (SPS) menuai sorotan.
Rekomendasi itu menjadi pintu masuk bagi rencana pemerintah pusat menerbitkan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai, seluas ±20.706 hektare—nyaris setengah dari luas pulau kecil itu.
Meski demikian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar menegaskan, kewenangan gubernur sebatas memberikan rekomendasi teknis.
“Perlu diluruskan, gubernur hanya mengeluarkan rekomendasi sesuai prosedur. Keputusan final izin PBPH sepenuhnya wewenang kementerian,” tegas Kepala DLH Sumbar Tasliatul Fuadi kepada Haluan Rabu (20/8/2025).
Tanda tangan rekomendasi Gubernur itu pada akhirnya menuai gelombang penolakan. Mahyeldi bahkan ditolak mahasiswa untuk memberi sambutan dalam acara Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) UIN Imam Bonjol Padang, pekan lalu.
Mahasiswa kecewa. Mereka menilai Gubernur Mahyeldi punya andil atas terbukanya jalan bagi masuknya konsesi perkebunan raksasa di Mentawai.
Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar menyebut izin PT SPS sarat kejanggalan, baik secara prosedural, substansi, maupun administratif. Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), Rifai Lubis, menegaskan bahwa Pulau Sipora yang berukuran 615,18 kilometer persegi masuk kategori pulau kecil.
Berdasarkan undang-undang, penggunaannya seharusnya terbatas pada konservasi, riset, pendidikan, pariwisata berkelanjutan, dan ketahanan pangan.
“Mentawai bukan tanah kosong. Semua proses penerbitan izin konsesi ini harus dihentikan,” kata Rifai dalam konferensi pers di Padang, Selasa (17/6/2025).