Selain capaian lapangan, Teddi juga memaparkan perkembangan teknis. Peta bidang terdigitalisasi (Puldadis) telah tuntas 100 persen atau 7.929 bidang. Pemberkasan sudah menyentuh 7.826 bidang, dengan rincian 6.733 bidang kategori K2 (lengkap dan sesuai) serta 944 bidang kategori K1 (siap ditetapkan).
Namun, menurut Teddi, program PTSL tidak sekadar berbicara soal angka. Yang lebih penting adalah dampak langsung yang dirasakan masyarakat.
“Setiap sertifikat tanah yang terbit berarti memberikan kepastian hukum, mengurangi potensi sengketa, serta membuka akses masyarakat untuk mendapatkan permodalan. Itu artinya, sertifikasi tanah punya efek domino bagi pertumbuhan ekonomi daerah,” ujarnya.
Meski begitu, Teddi menyoroti masih adanya kesalahpahaman di kalangan masyarakat terkait kepemilikan tanah. Tidak sedikit yang menganggap surat adat atau keterangan nagari sudah cukup kuat. Padahal, sertifikat tanah adalah dokumen hukum yang sah secara nasional.
“Kami terus mengedukasi masyarakat bahwa sertifikat tanah bukan sekadar formalitas. Ini bukti kepemilikan yang sah, memberikan rasa aman, dan melindungi masyarakat dari potensi sengketa. Bahkan, sertifikat bisa dimanfaatkan sebagai jaminan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan,” tegasnya.
Menatap sisa waktu 2025, Kanwil ATR/BPN Sumbar optimistis bisa menuntaskan seluruh target PTSL. Berbagai strategi percepatan terus digencarkan, termasuk pendampingan intensif di daerah yang masih rendah capaian serta kampanye masif soal manfaat sertifikasi tanah.
“Kami menargetkan seluruh bidang terselesaikan sebelum akhir tahun. Dengan kerja keras bersama, kita optimistis Sumbar bisa mencapai 100 persen,” pungkas Teddi. (*)