PADANG, HARIANHALUAN.ID – Permasalahan rendahnya tingkat literasi di Indonesia masih menjadi tantangan besar dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Literasi tidak hanya sebatas kemampuan membaca dan menulis, melainkan keterampilan memahami, mengolah, dan menggunakan informasi untuk kehidupan sehari-hari.
Hal ini yang disoroti oleh Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah, saat membuka Festival Literasi Daerah 2025. Ia menekankan bahwa literasi merupakan kunci utama untuk membangun masyarakat yang cerdas, kreatif, dan inovatif di tengah derasnya arus perubahan zaman.
Dikatakannya, jika ditelusuri lebih dalam, permasalahan literasi di Indonesia seringkali berkaitan dengan minimnya kebiasaan membaca sejak usia dini, keterbatasan akses terhadap bahan bacaan, hingga kurangnya lingkungan yang mendukung tumbuhnya budaya literasi.
“Banyak masyarakat yang masih menganggap literasi sebatas membaca huruf tanpa memandang pentingnya kemampuan berpikir kritis. Padahal, dalam era digital saat ini, literasi informasi, literasi digital, bahkan literasi budaya sangat dibutuhkan agar generasi muda mampu beradaptasi,” katanya saat membuka ‘Festival Literasi Daerah 2025’ yang diinisiasi oleh Dinas Arsip dan Perpustakaan Sumbar Selasa (9/9) di Gedung Arsip Daerah Sumbar.
Gubernur mengatakan, untuk menjawab tantangan ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terus mendorong berbagai upaya strategis. Salah satunya adalah dengan menggelar Festival Literasi Daerah 2025 yang diinisiasi oleh Dinas Arsip dan Perpustakaan Sumbar. Kegiatan ini menjadi ruang kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas literasi untuk bersama-sama menumbuhkan minat baca serta menciptakan wadah kreativitas. “Pendekatan ini sekaligus menjadi solusi konkret dalam menanamkan kebiasaan membaca dan menulis di kalangan masyarakat,” katanya.
Meningkatnya angka indeks literasi belum sepenuhnya tercermin dalam kebiasaan membaca masyarakat sehari-hari. Banyak masyarakat yang lebih memilih mengakses hiburan digital daripada membaca buku. “Oleh karena itu, literasi digital juga perlu ditekankan agar masyarakat mampu memilah informasi yang valid di tengah banjirnya konten di media sosial. Festival literasi menjadi salah satu jalan untuk menanamkan kesadaran ini,” terangnya.
Dari perspektif pembangunan daerah, literasi memiliki kaitan erat dengan kualitas pendidikan dan daya saing masyarakat. Rendahnya literasi dapat berimplikasi pada rendahnya kemampuan berpikir kritis, lemahnya daya inovasi, hingga sulitnya masyarakat menghadapi tantangan global. Sebaliknya, masyarakat yang literat akan lebih adaptif terhadap perubahan, mampu berinovasi, serta berkontribusi pada pembangunan daerah. Inilah mengapa literasi disebut sebagai kunci kehidupan yang lebih baik.
Pendekatan yang dilakukan Sumatera Barat melalui festival ini bisa menjadi model bagi daerah lain. Permasalahan literasi tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah, tetapi membutuhkan peran aktif semua pihak—orang tua, guru, komunitas, hingga pelaku industri.
“Dengan menjadikan literasi sebagai gerakan bersama, akan lahir ekosistem literasi yang sehat. Jika hal ini terus berkelanjutan, maka literasi bukan hanya menjadi slogan, melainkan budaya hidup masyarakat,” ungkapnya.
Pesan Gubernur Mahyeldi bahwa literasi adalah kunci untuk hidup yang lebih baik bukan hanya sekadar jargon. Ia mencerminkan solusi atas permasalahan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Festival Literasi Daerah adalah salah satu strategi untuk mempertemukan ide, kreativitas, serta semangat masyarakat dalam membangun budaya literasi.
“Jika gerakan ini diperkuat secara berkesinambungan, maka Sumatera Barat tidak hanya akan unggul dalam angka indeks literasi, tetapi juga melahirkan generasi yang cerdas, kritis, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan zaman,” tuturnya
Sementara itu, Bunda Literasi Sumbar, Harneli Bahar, menekankan bahwa literasi tidak boleh hanya hidup di ruang kelas. Ia harus tumbuh di rumah, lingkungan, bahkan di ruang digital. Permasalahan yang sering muncul adalah kurangnya keterlibatan keluarga dalam membangun budaya literasi anak.
“Untuk itu, ia mengajak orang tua agar menjadikan buku sebagai teman anak-anak dan cerita sebagai pengantar tidur. Dengan cara ini, literasi tidak hanya membentuk pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan imajinasi dan akhlak,” katanya.
Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Sumbar, Jumaidi, juga menyoroti pentingnya data sebagai tolok ukur capaian literasi. Nilai Tingkat Kegemaran Membaca (TGM) dan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) di Sumatera Barat terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Pada 2023, TGM Sumbar berada di angka 68,46 dan meningkat menjadi 73,30 pada 2024. Begitu pula IPLM yang naik dari 77,31 pada 2023 menjadi 82,47 pada 2024. Data ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan literasi mulai membuahkan hasil,” ujarnya.
festival ini tidak hanya menampilkan pameran buku, tetapi juga menghadirkan berbagai lomba literasi yang menarik. Mulai dari lomba resensi buku berbasis koleksi perpustakaan, lomba menulis untuk guru dan siswa, hingga lomba pembuatan konten video berbasis kearifan lokal.
“Melalui kompetisi ini, masyarakat diajak untuk tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga menjadi produsen pengetahuan. Hal ini penting agar literasi tidak hanya berhenti pada kegiatan membaca, tetapi berkembang menjadi aktivitas mencipta dan berbagi gagasan,” ujarnya.. (h/isr)