PADANG, HARIANHALUAN.ID – Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Pemprov Sumbar) akan segera membuka ruang dialog terbuka bersama masyarakat Nagari Pandai Sikek, Kabupaten Tanah Datar, terkait rencana pembangunan proyek Geothermal di kawasan Gunung Singgalang dan Tandikek.
Langkah ini diambil menyusul munculnya penolakan serta kekhawatiran masyarakat setempat terhadap dampak lingkungan dan sosial dari rencana pengembangan energi panas bumi tersebut.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar, Helmi Heriyanto menegaskan bahwa Pemprov Sumbar tidak akan mengambil langkah sepihak. Menurutnya, seluruh aspirasi masyarakat akan menjadi bahan pertimbangan sebelum keputusan akhir diambil.
“Pemprov Sumbar ingin memastikan pembangunan energi geothermal berjalan dengan prinsip keberlanjutan, tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat, serta menghormati kearifan lokal. Karena itu, kami akan segera memfasilitasi ruang diskusi dan dialog terbuka yang melibatkan semua pihak,” ujar Helmi, Sabtu (14/9).
Menurut Helmi Heriyanto, dialog partisipatif ini akan menghadirkan masyarakat terdampak, unsur pemerintahan nagari Pandai Sikek, Kerapatan Adat Nagari (KAN) setempat, PT Hitay Balai Kaba Energi selaku pengembang Geothermal Singgalang-Tandikek, WALHI Sumbar maupun LBH Padang.
Ruang dialog partisipatif ini, diharapkan menjadi forum terbuka yang akan memberikan klarifikasi serta jawaban lengkap terkait semua kekhawatiran masyarakat. Termasuk soal risiko ekologis, dampak terhadap mata pencaharian masyarakat hingga potensi hilangnya lahan pertanian produktif pasca kehadiran Geothermal di wilayah tersebut.
“Kita tidak ingin ada kesan pembangunan ini dipaksakan. Justru, proyek geothermal ini harus bisa memberikan manfaat nyata, baik dari sisi penyediaan energi bersih maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat,” tegasnya.
Helmi menambahkan, pemerintah daerah memandang transisi energi ke arah sumber daya terbarukan adalah suatu keharusan. Namun demikian, transisi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) ini tentu saja tidak boleh mengorbankan hak-hak masyarakat maupun keberlanjutan lingkungan.














