BUKITTINGGI, HALUAN — Sempat diduga mangkrak, pembangunan Aula SMKN 1 Bukittinggi diklaim masih berlanjut. Proyek yang dibiayai melalui APBD Sumatra Barat Tahun Anggaran 2021 itu saat ini telah mencapai 70 persen.
Proyek pembangunan Aula SMK N 1 Bukittinggi sendiri dikerjakan oleh CV Singgalang Sakti dengan konsultan pengawas CV Dhiata Indira Konsultan. Total nilai proyek tersebut sebesar Rp335 juta, terdiri dari dana pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Nofrizon Rp185 juta dan dana pokir Hendra Irwan Rahim Rp150 juta.
Pelaksana CV Singgalang Sakti, Rio Chandra ketika ditemui Haluan di lokasi pembangunan mengakui bahwa proyek yang dikerjakan itu memang tidak selesai sesuai jadwal yang telah disepakati.
“Tidak selesai sesuai kesepakatan terdahulu, dan akhirnya diperpanjang hingga 15 Januari mendatang. Sampai saat ini progresnya telah mencapai 70 persen,” kata Rio, Kamis (6/1).
Ia menyebutkan, keterlambatan pekerjaan itu disebabkan oleh ulah tukang yang tidak bekerja dengan baik. Saat ini, tukang tersebut telah diberhentikan. “Untuk menyelesaikan pekerjaan ini, kami memperkerjakan empat orang tukang,” ujarnya.
Terpisah, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Medianto ketika dihubungi via seluler mengatakan, rekanan diberikan kesempatan pertama untuk menyelesaikan pekerjaan selama 50 hari terhitung sejak 5 Desember tahun lalu.
“Saat ini pekerjaan yang tersisa adalah plesteran, pengecatan, serta pengerjaan lantai dan pentas. Ini proyek melalui dana pokir Hendra Irwan Rahim. Sedangkan proyek dari dana pokir Nofrizon telah selesai dikerjakan,” ujarnya.
Ia yakin pekerjaan itu akan rampung pada 15 Januari mendatang. Namun akibat dari perpanjangan itu, rekanan diberikan denda maksimal.
Di lain pihak, anggota DPRD Sumbar, Nofrizon mengungkapkan bahwa penyelesaikan proyek pembangunan Aula di SMK 1 Bukittinggi melenceng dari target. Ia mengaku sangat berang terhadap pihak-pihak yang lalai dalam pengerjaan proyek tersebut.
“Selain pembangunan yang tidak jalan, listrik aula juga dicaplok dan dicuri sehingga ketahuan oleh PLN, dan pihak sekolah terkena denda Rp6 juta lebih,” ucapnya, Jumat (7/1).
Politisi Partai Demokrat itu meminta pejabat yang bersangkutan memasukkan perusahaan kontraktor tersebut ke dalam daftar hitam (blacklist). Pasalnya, penyelesaian proyek itu menghabiskan anggaran Rp350 juta.
Nofrizon juga mendapati, saat kunjungan ke lapangan, semua proyek terbengkalai. Ia menyayangkan orang-orang yang bertanggung jawab untuk pengerjaan proyek itu hilang entah ke mana.
“Kemudian, yang punya Pak Hendra sampai sekarang masih terbengkalai dan amburadul. Begitu pula saat kami datang. Pengawas, konsultan, PPTK, KPA tidak ada, bahkan hingga tukang-tukang pun tidak ada. Padahal sudah diberitahu kami akan melakukan kunjungan ke lapangan. Itu yang disayangkan. Minimal didampingi PPTK. Tapi semua menghilang saat itu,” tuturnya.
Meskipun penyelesaiannya diperpanjang dinas terkait, tetapi ia mennyimpulkan bahwa kerja yang dilakukan amburadul. “Walaupun diperpanjang, kami meminta di-blacklist. Lantaran tidak profesional,” katanya.
Menurutnya, hal yang sama juga terjadi di SMA lain. Menurut data yang dihimpunnya, ada 26 SMA lainnya yang juga bermasalah pembangunannya.
“Itu harus diusut. Bukan hanya di SMK 1 Bukittinggi saja masalah tersebut. Ini sudah perampokan APBD secara masif namanya. Saya minta penegak hukum turun tangan. Oknum harus diberantas,” ucapnya menutup. (h/ril/yes)