Kasi Kepatuhan Internal Bea Cukai Teluk Bayur, Arif Budiman menambahkan bahwa pola permainan jaringan rokok ilegal di Sumatra Barat kini sudah semakin rapi. Kadang kala, distributor dan pengecer tidak saling kenal.
Jual beli barang, dilakukan dengan sistem pembayaran secara Cash. Sehingga identitas distributor rokok ilegal sulit untuk diungkap. Situasi ini menjadi alasan kenapa hingga kini peredaran rokok ilegal cukup sulit untuk diberantas.
“Ada semacam aksi kucing-kucingan. Inilah tantangan yang kami hadapi di lapangan,” ujarnya.
Selain operasi pemberantasan rutin, Bea Cukai Teluk Bayur kini telah memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya. “Kami berkoordinasi dengan TNI, Polri, hingga Satpol PP di berbagai kabupaten/kota. Bahkan, kami sudah memberikan sosialisasi khusus kepada jajaran Satpol PP se-Sumbar tentang ciri-ciri pita cukai palsu atau pita cukai polos,” kata Arif.
Tidak hanya aparat, sosialisasi juga diperluas ke lapisan terbawah masyarakat. Baru-baru ini, Bea Cukai Teluk Bayur bahkan telah mengundang seluruh Walinagari di Kabupaten Limapuluh Kota dalam kegiatan sosialisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). Media sosial, videotron, hingga baliho juga dimanfaatkan.
Meski begitu, Arif mengakui, permintaan masyarakat terhadap rokok ilegal tetap tinggi. “Faktor daya beli masyarakat yang menurun membuat rokok ilegal tetap dicari. Bagi sebagian orang, yang penting bisa ‘ngebul’, tanpa peduli legal atau tidak,” ucapnya.
Seiring berlakunya Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan, penindakan rokok ilegal kini lebih menitikberatkan pada optimum remedium. Artinya, pelaku bisa dikenai sanksi administrasi berupa denda tiga kali lipat nilai cukai, ketimbang langsung diproses pidana.
“Negara lebih mengutamakan pemasukan. Misalnya, ada pelaku kedapatan membawa 10 ribu batang rokok ilegal dengan cukai Rp700 per batang. Maka nilai cukainya Rp7 juta, dikali tiga jadi Rp21 juta. Itu yang harus dibayar pelaku,” jelas Yomi.
Dari kebijakan Optimum Remedium itu saja, hingga kini penerimaan Bea Cukai Teluk Bayur sudah mencapai angka Rp417 juta. Apabila pelaku menolak membayar denda, kasus akan naik ke penyidikan dengan ancaman pidana satu hingga lima tahun penjara.
Untuk memperkuat pengawasan, Bea Cukai Teluk Bayur juga membuka Hotline Pengaduan Masyarakat di nomor 0811-6661-07011. “Kami mengajak masyarakat ikut berpartisipasi. Informasi sekecil apapun akan sangat membantu menekan peredaran rokok ilegal di Sumbar,” tutup Yomi. (*)