Rahmat mengharapkan, konsolidasi pengawasan untuk penggiatan bahasa Indonesia kepada lembaga ini menjadi titik awal untuk ke depannya memartabatkan kembali bahasa Indonesia di ranah ruang publik.
Adapun Balai Bahasa Sumbar melibatkan sebanyak 33 lembaga dalam Konsolidasi Pengawasan Penggunaan Bahasa Indonesia. Masing-masing lembaga juga dibentuk satgas khusus untuk mempermudah koordinasi dan komunikasi agar realisasi benar-benar dijalankan dengan maksimal. Kegiatan ini juga diikat dengan kesepakatan bersama melalui MoU Balai Bahasa Sumbar dengan Pemprov Sumbar.
97 Tahun Silam Bahasa Indonesia Disuarakan
Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Kemendikdasmen RI, Imam Budi Utomo, dalam sambutan daringnya mengatakan para pemuda pada 97 tahun lalu melalui Sumpah Pemuda telah menyatakan pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Suara inilah yang seharusnya terus dijaga dan dirawat.
“Amerika, Inggris, Australia, dan Malaysia tidak memiliki bahasa resminya. Spanyol, Prancis, dan Jerman, mereka bangga dengan bahasanya. Cina, Thailand, India dan Korea justru menggunakan aksara dalam pemanfaatn ruang publik. Seharusnya kita bangga dengan keberadaan kita sendiri tentunya,” ujarnya.
Kemendikdasmen saat ini, jelas Imam, dalam atensinya mendorong pengutamaan bahasa Indonesia dan melestarikan bahasa daerah. Upaya ini sesungguhnya telah kompleks dalam pengaturannya, mulai dari UUD, UU, perpres, peraturan kementerian dan segala turunannya.
“Bahasa asing boleh masuk sebagai bahasa internasional, tapi jangan justru bahasa asing itu yang dijunjung, sehingga bahasa resmi dan daerah kita ditinggalkan. Inilah konstruksi bahasa yang benar dari politik bahasa, sebagaimana moto kita ‘Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing’,” katanya.
Penggunaan bahasa Indonesia sendiri telah ditempatkan dalam 14 ranahnya, mulai dari pejabat negara, pengantar pendidikan, peraturan, forum resmi, dan lain sebagainya. “Semoga ruang publik dan dokumen resmi kita di Sumbar ini bisa sesuai dengan penggunaan bahasa yang sebenarnya berdasarkan aturannya,” ujar Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra tersebut. (*)