PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pagi menjelang siang yang cerah, Selasa (30/9/2025).
Di Museum Adityawarman, koleksi-koleksi dari keramik dipertontonkan dalam etalase yang dingin. Koleksinya tampak pecah dan retak. Garis-garis retakan menjalar mengutuhkan bentuknya, tapi ada pula serpihan-serpihan hilang yang tak bisa lagi dipulihkan.
Mungkin begitulah kesan yang sengaja dikabarkan. Mengingat pada pembukaan Pameran Temporer Museum Adityawarman 2025; Pameran Keramik, yang bertepatan dengan peringatan gempa Padang 16 tahun silam, tepatnya pada 30 September 2009. Apalagi retakan-retakan koleksi keramik itu diperkuat dengan induk tema “Retakan yang Bertutur; Menjaga Warisan, Membingkai Masa Lalu”. Pameran Keramik ini juga diselingi dengan Belajar Bersama dan Lomba Mewarnai.
Kurator Pameran, Aurora Arby Samah, mengatakan bahwa keretakan koleksi dan peristiwa gempa itu memang dalam satu rangkuman cerita dari Pameran Keramik tersebut. Keretakan koleksi akibat gempa membawa nilai dan historis baru.
“Museum tak luput dari dampak bencana 16 tahun lalu. Tak hanya beberapa bangunan museum, koleksi-koleksinya pun juga mengalami kerusakan. Ada kepingan yang bisa diselamatkan, dan ada yang tidak,” katanya.
Dari reruntuhan itulah, jelasnya, justru akhirnya bisa melahirkan kesadaran dan kerja sama untuk berupaya memulihkan kembali dari keretakan menjadi keterawatan. Dan 16 tahun lamanya, dorongan dan kerja sama berbagai pihak dari pusat sampai daerah, akhirnya pemulihan terselesaikan.
“Peringatan gempa Padang 2009 ini kita memang seperti menyelami duka lama. Tapi retakan ini bukanlah akhir, justru menjadi perjalanan baru di mana keterkaitan ini menjadi cerita baru. Koleksi-koleksi keramik ini jadi saksi bisu yang membawakan cerita ke lintas generasi kita hari ini,” ujarnya.