Petani di Padang Pariaman Didorong Produksi Pupuk Organik

Ilustrasi Pupuk Subsidi. IST

PADANG PARIAMAN, HALUAN—Guna mengatasi berbagai permasalahan pupuk, baik yang yang menyangkut soal kelangkaan maupun kenaikan harga, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Padang Pariaman terus mendorong kelompok tani untuk giat memproduksi pupuk organik sendiri melalui pendampingan dengan penyuluh.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Padang Pariaman, Yurisman menyebutkan, secara nasional, subsidi pupuk memang dikurangi. Di Padang Pariaman sendiri, dari segi kebutuhan hanya dialokasikan sekitar 40 hingga 45 persen.

“Kalau kita butuh pupuk dengan alokasi 100 persen, 60 persen lagi tentunya tidak ada. Melalui pemberdayaan masyarakat itulah, kami memberikan motivasi kepada masyarakat untuk membuat pupuk sendiri, berupa pupuk organik,” ujar Yurisman kepada Haluan, Selasa (25/1).

Nantinya, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Padang Pariaman akan memberikan beberapa jenis bantuan kepada petani melalui APBN dan APBD. Adapun bantuan yang diberikan sebagai motivasi kelompok tani dan masyarakat untuk membuat pupuk organis tersebut seperti alat angkut, hand tractor, sapi, jerami, dan berbagai kebutuhan lainnya.

“Sejauh ini di Padang Pariaman baru terdapat 10 kelompok penghasil pupuk organik. Memang belum terlalu banyak, tetapi akan terus kami kembangkan dan berdayakan melalui kerja sama dengan penyuluh yang ada. Karena itulah cara kami agar kebutuhan pupuk masyarakat khususnya petani di Padang Pariaman dapat terpenuhi,” ujar Yurisman.

Maka dari itu, Yurisman berharap seluruh penyuluh di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Padang Pariaman dapat terus mengembangkan dan meningkatkan ilmunya. Sehingga dapat disampaikan kepada seluruh kelompok tani yang ada di Kabupaten Padang Pariaman.

“Kami harapkan penyuluh juga menjadi lebih dekat dengan petani. Karena dengan kelebihan ilmu yang dimilikinya, mereka dapat melakukan pembinaan kepada petani, baik berupa pelatihan, pendidikan, maupun pembaharuan informasi terkini seputar pertanian yang tidak diketahui oleh kelompok tani,” katanya.

Sampai saat ini, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Padang Pariaman memiliki sekitar 60 orang tim penyuluh, yang diharapkan dapat memaksimalkan sosialisasi dan penyuluhan kepada kelompok tani yang berjumlah sekitar 1.300 kelompok tani dan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Padang Pariaman.

 

Pupuk Organik sebagai Solusi

Sebelumnya, Pakar Pertanian Universitas Andalas (Unand), Prof Helmi menyebutkan, paling tidak ada dua solusi utama untuk mengatasi persoalan pupuk ini, yakni solusi jangka pendek dan solusi jangka panjang.

Untuk jangka pendek, ke depan pemerintah daerah mesti membuat rencana kebutuhan yang berbasis pada masa tanam. Hal ini berangkat dari masa tanam yang berbeda-beda di masing-masing daerah. Dengan kata lain, distribusi tidak dilakukan secara bersamaan, namun secara berkala sesuai jadwal tanam di masing-masing daerah.

Pemetaan kebutuhan, ucapnya, mutlak harus dilakukan pemerintah. Lantaran distribusi yang tidak merata dan tidak sesuai kebutuhan akan menyebabkan terjadinya kelangkaan, yang pada gilirannya akan berujung pada meroketnya harga di tingkat eceran.

“Secara umum, kita tidak bisa apa, karena memang produksi pupuk secara nasional agak kurang. Sementara kebutuhan meningkat. Akhirnya, muncullah berbagai persoalan,” katanya.

Kemudian, untuk jangka panjang, dalam hubungannya dengan pertanian berkelanjutan, ketergantungan terhadap pupuk anorganik harus dilepaskan. Petani, menurut Helmi, sudah saatnya mulai beralih pada pupuk organik.

Pupuk organik, ia menjelaskan, merupakan pupuk dari bahan alamiah yang sudah dilengkapi dengan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh tanah. Berbeda dengan pupuk kompos, yang merupakan bahan-bahan organik yang bisa memperbaiki struktur tanah. Keduanya, menurut Helmi, dua jenis pupuk yang berbeda. Akan tetapi, keduanya sama-sama diperlukan untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan.

“Cara berpikirnya, jangan hanya menyelesaikan persoalan jangka pendek. Kita juga harus melihat jauh ke depan. Kalau hanya menyelesaikan persoalan distribusi, selama petani masih bergantung pada pupuk anorganik yang produksinya juga terbatas, masalah ini pasti akan kembali berulang. Makanya, ketergantungan tersebut secara bertahap harus dilepaskan, dengan mulai beralih pada pupuk organik. Selain itu, penggunaan pupuk organik juga baik untuk kesehatan dan kelangsungan tanah,” katanya.

Oleh sebab itu, mestinya ada inisiatif dari pemerintah untuk mendorong tumbuhnya industri-industri pupuk organik. Terlebih, sumber bahan baku untuk produksi pupuk organik amat melimpah. Salah satunya, sampah organik yang berasal dari perkotaan. Sampah yang juga kerap menjadi persoalan bisa “disulap” menjadi pupuk organik. Dengan kata lain, pemerintah dapat menyelesaikan dua persoalan sekaligus.

“Untuk memproduksi pupuk organik, tidak perlu teknologi yang canggih. Bahkan bisa diproduksi di tingkat nagari atau desa. Atau bisa juga dengan skala industri yang lebih besar,” katanya. (h/mg-sci)

Exit mobile version