Secara keseluruhan, workshop ini tidak diarahkan untuk menghasilkan karya siap pentas, melainkan membuka kembali hubungan peserta dengan tubuhnya. Setiap sesi menjadi proses membaca pola lama, menemukan kemungkinan lahirnya pola baru, serta melatih kepekaan tubuh terhadap ruang, suara, cahaya, dan keberadaan tubuh lain.
Pendekatan gabungan antara Kai dan Ibed menciptakan lanskap latihan yang intens sekaligus reflektif, memungkinkan peserta mengembangkan bahasa tubuh yang lebih jujur dan kontekstual.
“Lewat workshop ini, peserta diharapkan tidak hanya mengembangkan keterampilan tubuh, tetapi juga kemampuan bekerja kolektif, terbiasa dengan proses kreatif yang berbasis riset, serta memiliki sensitivitas terhadap ruang sosial dan budaya di sekitarnya,” jelas Wendy.
Pertunjukan Apresiasi
Pada 9 dan 10 November, bertempat di ruang Exhibition Fabriek Padang, IPC akan menghadirkan pertunjukan apresiasi. Nantinya akan ada pertunjukan dari Indonesia Performance Syndicate dan Teater Hitam Putih yang menjadi ruang demonstrasi metode dan gagasan, sekaligus kesempatan untuk membaca bagaimana tubuh, ruang, dan dramaturgi bekerja di tangan para praktisi dengan pendekatan berbeda. Minggu, 9 November 2025 pukul 20.00 WIB, akan tampil Soliloque Perburuan oleh sutradara Wendy HS, produksi Indonesia Performance Syndicate.
Karya ini membaca ulang naskah legendaris Wisran Hadi melalui pendekatan tubuh dan pengalaman batin aktor. Pertunjukan menelusuri kegelisahan manusia Minangkabau yang berhadapan dengan pergeseran nilai antara tradisi dan realitas modern, ketika tubuh tunggal aktor menjadi ruang pergulatan ide, keyakinan, dan pertanyaan eksistensial tentang pendidikan di negeri ini.
Sementara itu, pada Senin, 10 November 2025 di jam yang sama, akan dipentaskan Pintu, disutradarai oleh Yusril Katil dan ditulis oleh T. Wijaya, Nasrul Aswar, dan Yusril Katil, produksi Komunitas Hitam Putih Padangpanjang.
Karya Pintu mengajak penonton merenungkan kehidupan pascapandemi, ketika teknologi digital mengubah cara kita memahami batas ruang. Teknologi memang mendekatkan, tetapi sekaligus menciptakan jarak baru yang membuat manusia semakin terasing. Dalam konteks ini, pintu tidak lagi sekadar batas fisik, tetapi menjadi ambang virtual antara koneksi dan kesendirian—simbol dunia yang perlahan menjauh dari kenyataan.














