Ia menambahkan, periode 1.000 hari pertama kehidupan yakni ketika janin berada dalam kandungan hingga usia 2 tahun menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan dan produktivitas seseorang di masa depan.
Namun, stunting bukanlah masalah kesehatan semata. Stunting dipengaruhi masalah sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu, penanganan stunting memerlukan koordinasi dan partisipasi pemangku kepentingan, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, dunia usaha, masyarakat umum dan lainnya.
“Sejak Tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat telah melaksanakan delapan konvergensi pencegahan stunting di aksi daerah,” ujar Hamsuardi.
Ia juga menjelaskan bahwa rembuk stunting yang dilaksanakan ini adalah yang keempat kalinya. Ini adalah wujud dari sinergi antara semua pihak yang terkait dalam penanganan stunting. “Namun, hasil dari aksi yang telah kita lakukan selama empat tahun ini tentunya jauh lebih penting,” katanya.
Sementara itu, Ketua TPPS Risnawanto mengatakan, rembuk ini menyepakati program untuk penanganan stunting yang akan dilakukan pada Tahun 2023 dan memastikan komitmen semua pihak untuk memberikan dukungan, baik dukungan anggaran, program, atau inovasi sesuai kapasitas mempercepat masing-masing proses dalam penurunan stunting di Kabupaten Pasaman Barat.
Ia juga menekankan, agar OPD pemerintah nagari memprioritaskan intervensi pada lokus dengan prevalensi stunting Tahun 2023 yang telah ditetapkan, agar semua stakeholders meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan intervensi penanganan dan pencegahan stunting. (*)