Tahun 2022 Sebanyak 16,31 Persen Bayi dan Balita Stunting di Pasaman Barat

Rembuk stunting

Peserta rembuk stunting di Kabupaten Pasaman Barat di aula kantor bupati setempat, Selasa (26/7/2022). Osniwati

HARIANHALUAN.ID – Hasil penimbangan Februari Tahun 2022, berdasarkan data ePPGBM menunjukkan bahwa 16,31 persen bayi dan balita stunting di Kabupaten Pasaman Barat. 

Hal ini terungkap dalam rembuk stunting aksi konvergensi pencegahan stunting sebagai wujud komitmen daerah dalam pencegahan dan penurunan stunting. Rembuk stunting ini dilakukan oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Pasaman Barat, TPPS kecamatan, TPPS nagari dan seluruh stakeholders terkait.

Kegiatan ini juga diikuti oleh pemerintah pusat secara online dan beberapa unsur terkait secara online. Secara offline di aula kantor bupati setempat, Selasa (26/7/2022) juga diikuti oleh Forkopimda dan kepala OPD. 

Kegiatan yang diprakarsai oleh Bappeda Kabupaten Pasaman Barat dan Ketua TPPS Risnawanto mengupas tuntas stunting di Bumi Mekar Tuah Basamo.

Bupati Pasbar, Hamsuardi membuka kegiatan tersebut mengatakan, kegiatan rembuk stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama. Sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. 

“Hasil penimbangan Februari Tahun 2022 berdasarkan data ePPGBM menunjukkan bahwa 16,31 persen bayi dan balita stunting di Kabupaten Pasaman Barat. Sedangkan data SSGI menunjukkan bahwa 24 persen bayi dan balita stunting di Kabupaten Pasaman Barat. Pemerintah menargetkan penurunan stunting Tahun 2024 diangka 14 persen,” katanya. 

Ia menambahkan, periode 1.000 hari pertama kehidupan yakni ketika janin berada dalam kandungan hingga usia 2 tahun menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan dan produktivitas seseorang di masa depan.

Namun, stunting bukanlah masalah kesehatan semata. Stunting dipengaruhi masalah sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu, penanganan stunting memerlukan koordinasi dan partisipasi pemangku kepentingan, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, dunia usaha, masyarakat umum dan lainnya.

“Sejak Tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat telah melaksanakan delapan konvergensi pencegahan stunting di aksi daerah,” ujar Hamsuardi.

Ia juga menjelaskan bahwa rembuk stunting yang dilaksanakan ini adalah yang keempat kalinya. Ini adalah wujud dari sinergi antara semua pihak yang terkait dalam penanganan stunting. “Namun, hasil dari aksi yang telah kita lakukan selama empat tahun ini tentunya jauh lebih penting,” katanya.

Sementara itu, Ketua TPPS Risnawanto mengatakan, rembuk ini menyepakati program untuk penanganan stunting yang akan dilakukan pada Tahun 2023 dan memastikan komitmen semua pihak untuk memberikan dukungan, baik dukungan anggaran, program, atau inovasi sesuai kapasitas mempercepat masing-masing proses dalam penurunan stunting di Kabupaten Pasaman Barat. 

Ia juga menekankan, agar OPD pemerintah nagari memprioritaskan intervensi pada lokus dengan prevalensi stunting Tahun 2023 yang telah ditetapkan, agar semua stakeholders meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan intervensi penanganan dan pencegahan stunting. (*)

Exit mobile version