HARIANHALUAN.ID – Ikan Bilih yang merupakan ikan endemik Danau Singkarak yang dikonservasi oleh PT Semen Padang bersama Universitas Bung Hatta (UBH) sejak Tahun 2018, kembali disebar ke habitat aslinya di Danau Singkarak dengan jumlah 3.000 ekor, Minggu (30/7/2022).
Bertempat di Jorong Batu Baraguang, Nagari Sumpur, Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat (Sumbar), penebaran ribuan ikan endemik yang terancam punah itu, dilakukan oleh Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joynaldi bersama Dirut dan jajaran Direksi PT Semen Indonesia (persero),Tbk (SIG) dan PT Semen Padang.
Dari SIG, penebaran ribuan ikan bilih itu dilakukan langsung oleh Direktur Utama Donny Arsal, Direktur Operasi Yosviandri, serta Direktur Bisnis dan Pemasaran Aulia Mulki Oemar. Sedangkan dari PT Semen Padang dilakukan oleh Direktur Utama Asri Mukhtar dan Direktur Keuangan & Umum Oktoweri.
Selain wagub, serta jajaran Direksi SIG dan PT Semen Padang, penebaran ikan bilih itu juga dilakukan oleh Komisaris PT Semen Padang, Werry Darta Taifur dan Khairul Jasmi, Rektor UBH, Tafdil Husni, serta guru besar UBH, Hafrijal Syandri dan sejumlah staf pimpinan SIG dan PT Semen Padang.
Pada kesempatan itu juga diresmikan area suaka perikanan (reservat) di Jorong Batu Baraguang, Nagari Sumpur, sebagai bagian dari konservasi ikan bilih di habitat aslinya (konservasi In-situ). Dan peresmian reservat itu, juga bagian dari upaya PT Semen Padang dan UBH dalam melestarikan ikan bilih.
Acara penebaran ikan bilih dan peresmian area suaka ikan bilih itu juga dimeriahkan oleh penampilan Silek Aia (bersilat di dalam air) dari Perguruan Silat Riak Sumpur, serta dan pacu biduk dan lomba manjalo ikan (menangkap ikan pakai jala ikan) oleh nelayan Nagari Sumpur.
Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy mengapresiasi SIG, maupun PT Semen Padang dan UBH yang telah melakukan konservasi ikan bilih Danau Singkarak. Konservasi ikan bilih di luar habitatnya tidak mudah dilakukan, banyak kegagalan dan keberhasilannya sangat kecil.
“Kami dari Pemprov Sumbar sangat mengapresiasi upaya konservasi yang dilakukan SIG melalui PT Semen Padang yang bekerja sama dengan UBH. Sebab, ikan bilih ini pada 2020, statusnya dinyatakan hampir punah. Harusnya, dengan status yang hampir punah, ikan bilih ini harus lebih mahal dibandingkan ikan salmon di restoran Jepang,” katanya.
Wagub juga mengapresiasi masyarakat Nagari Sumpur. Karena, dari 11 nagari yang ada di Salingka Danau Singkarak, hanya Nagari Sumpur yang hingga kini masih menjaga keberadaan ekosistem Danau Singkarak, seperti ikan bilih ini melalui peraturan nagari yang telah diterapkan sejak puluhan tahun lalu.
“Nagari Sumpur ini tidak hanya menjaga keberadaan ikan bilih sebagai habitat asli Danau Singkarak. Nagari Sumpur ini istimewa, dan masuk sebagai 50 Desa Terbaik pada Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021. Nagari ini terkenal dengan homestay yang bersih, makanannya juga istimewa. Saya berharap pariwisata daerah ini bisa digenjot lagi,” ujarnya.
Pariwisata Nagari Sumpur ini perlu digenjot, sebut Audy, karena berdasarkan informasi dari masyarakat Sumpur disebutkan bahwa 90 persen masyarakat Sumpur adalah nelayan. “Kalau pariwisata daerah ini berkembang, tentunya bisa menjadi aktivitas ekonomi bagi masyarakat Nagari Sumpur, selain nelayan ikan bilih,” tuturnya.
Dirut SIG, Donny Arsal menyebut bahwa upaya konservasi ikan bilih yang dilakukan PT Semen Padang bersama UBH ini harus dilakukan dengan skala yang lebih besar lagi. Dan SIG, komitmen untuk mendukungnya.
“Kalau bisa program konservasi ini jadi edukasi bagi masyarakat, bagaimana membudidayakan bilih di luar habitatnya,” kata Donny.
Dia menyebut, program konservasi ikan bilih ini cukup efektif dalam menjaga kelestarian ikan bilih yang terancam punah. Namun begitu, ia berharap konservasi ikan bilih yang dilakukan PT Semen Padang bersama UBH ini juga sejalan dengan pembatasan penggunaan bagan dan lain sebagainya.
“Ini mesti dilakukan sekaligus, jadi antara pembibitan berjalan agresif, masif dan upaya mencegah kepunahan ikan bilih bisa dilakukan secara paralel. Kami dari SIG dan Semen Padang, akan terus mensupport kelestarian ikan bilih ini. Dan kami pun juga berterima kasih kepada Nagari Sumpur yang welcome terhadap kita, termasuk UBH yang telah membantu kita,” ujarnya.
Rektor UBH, Tafdil Husni menyebut bahwa keterlibatan UBH dalam konservasi ikan bilih merupakan suatu bentuk kontribusi UBH, melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) yang didukung oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UBH. Apalagi, status ikan bilih Danau Singkarak pada Tahun 2020 menuju kepunahan.
“Jadi, ini penting kita selamatkan ancaman kepunahan ikan bilih ini melalui pembenihan secara in-situ dan membuat area suaka yang diresmikan. Dan Alhamdulillah, sudah dua kali PT Semen Padang bersama UBH kembali menebar anak ikan bilih ke habitatnya. Dan tentunya, hasil dari penebaran ikan bilih akan luar biasa terhadap ekonomi nelayan bilih Danau Singkarak,” katanya.
Sebagai contoh, sebut Tafdil, dari 1.500 ikan bilih yang disebar dan didalamnya ada 800 ekor betina, maka masing-masing betina akan mempunyai telur 3.000. Jika dikalkulasikan, maka jumlahnya akan ada 2,4 juta ekor ikan bilih yang akan berkembang biak. Kemudian, untuk 1 juta ekor bilih sama dengan 5.000 kg.
“Sekarang ini harga ikan bilih Rp50 ribu. Kalau kita kalkulasikan lagi dalam setahun, maka jumlahnya bisa dapat Rp250 juta. Ini untuk 1 juta ekor ikan yang dihasilkan dari 800 ikan bilih betina yang disebar hari ini. Apalagi kalau hitungan kertasnya 2,4 juta, tentu hasilnya ada sekitar Rp600 juta per tahun. Makanya, mari sama-sama kita jaga kelestarian ikan bilih ini, supaya bisa berkembang dengan baik di habitat aslinya ini,” ujarnya.
Kepala Unit CSR Semen Padang, Rinold Thamrin dalam laporan perkembangan program konservasi ikan bilih yang dilakukan oleh PT Semen Padang bekerja sama dengan UBH menyebut bahwa konservasi ikan bilih ini telah dimulai pada Juni 2018. Dan itu diawali dengan survei dan identifikasi sungai yang sesuai dengan habitat ikan bilih di aliran sungai di kawasan lapangan golf PT Semen Padang.
Dari identifikasi dan evaluasi kualitas air sungai, ditemukan kualitas air memenuhi persyaratan baku mutu kualitas air untuk perikanan. Kemudian, pada Juli 2018, sebanyak 400 ekor ikan bilih disebar di sungai yang berada di Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) PT Semen Padang.
“Setelah ikan disebar, beberapa bulan kemudian diketahui bahwa ikan bilih tumbuh dan berkembang dengan baik, namun jumlah populasinya tidak bisa ditentukan,” katanya.
Untuk memastikan perkembangbiakan ikan bilih, lanjut Rinold, PT Semen Padang kemudian melakukan pemijahan massal secara manual dan semi alami yang dilaksanakan di labor penelitian di area D1 PT Semen Padang. Bahkan, sarana pemijahan dan pembiakan ikan bilih itu berhasil mendapatkan Sertifikat Paten Sederhana dari Kemenkumham RI pada 2021.
“Dari hasil pemijahan massal secara manual dan semi alami, kami pun berhasil melakukan restocking anakan ikan bilih ke habitat aslinya di Danau Singkarak. Restocking ini sudah dua kali kami lakukan. Sebelumnya pada 21 Maret 2022, sebanyak 4.000 ekor dan hari ini sekitar 3.000 ekor. Kemudian kami pun juga membuat area suaka perikanan di Nagari Sumpur sebagai upaya mempertahankan eksistensi ikan bilih di Danau Singkarak,” tuturnya.
Konservasi ikan bilih yang dilakukan PT Semen Padang, lanjut Rinold, tidak hanya sampai di sini. Pada 2023-2024, PT Semen Padang bersama UBH juga akan melakukan introduksi ikan bilih hasil pemijahan di PT Semen Padang ke sungai, embung dan kolam-kolam masyarakat yang berada di sekitar perusahaan.
“Rencana ini dilakukan sebagai upaya menjadikan Indarung sebagai daerah penyangga kelestarian ikan bilih di Sumbar, sekaligus upaya pemberdayaan masyarakat sekitar perusahaan melalui kegiatan budidaya ikan bilih. Kemudian Tahun 2025, kami juga akan menjadikan labor penelitian ikan bilih dan area Kehati PT Semen Padang sebagai wahana edukasi, sekaligus lokasi penelitian bagi akademisi khususnya, dan masyarakat pada umumnya,” ucap Rinold.
Sementara itu, Ketua Nelayan Nagari Sumpur, Fernando Sutan Sati mengucapkan terima kasih kepada PT Semen Padang dan UBH yang terus konsisten dalam melakukan konservasi ikan bilih. Dan masyarakat Sumpur sendiri, akan terus berusaha menjaga kelestarian ikan bilih Danau Singkarak ini agar tidak terancam punah.
“Kami di Nagari Sumpur ini ada peraturan yang dibuat oleh tiga tungku sajarangan tentang penangkapan ikan bilih melalui bagan, bom dan lain sebagainya. Aturan ini mungkin sudah ada sejak 100 tahun lalu, karena aturan ini sudah ada juga sejak saya lahir dan sekarang umur saya sudah 60 tahun. Sampai saat ini, kami masih kukuh dan taat dengan aturan tersebut,” katanya.
Aturan yang dibuat oleh para pendahulu itu, sebutnya, juga telah direvisi melalui Peraturan Nagari No. 3 Tahun 2004 tentang tata tertib penangkapan ikan dalam kawasan Nagari Sumpur. Dalam Pasal 2 peraturan tersebut berbunyi larangan menangkap ikan bilih di Danau Singkarak yang berada di Nagari Sumpur menggunakan ulang ali, bagan, keramba jaring apung, bahan peledak, stroom listrik, bahan kimia beracun/potassium dan memakai tubo aka.
“Bagi yang melanggar akan diberikan sanksi berupa denda, sanksi adat dari ninik mamak/kepala kaum dan KAN Sumpur, hingga diserahkan ke pihak kepolisian untuk diproses hukum. Tidak hanya itu, bahkan ada juga yang melanggar di usir dari Nagari Sumpur, dan itu pernah kami lakukan,” kata Fernando yang juga tokoh masyarakat Nagari Sumpur. (*)