HARIANHALUAN – Bupati Lima Puluh Kota, Safaruddin Dt Bandaro Rajo mengingatkan seluruh stakeholder untuk senantiasa melestarikan tradisi anak nagari Luak Limo Puluah, pacu itiak atau duck race.
Saat ini, kegiatan pacu itiak sudah masuk dalam kalender kepariwisataan Kabupaten Lima Puluh Kota yang harus dilestarikan.
“Tradisi anak nagari ini harus dijadikan daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Kabupaten Lima Puluh Kota, sehingga wisatawan itu akan lebih lama singgah di daerah kita ini dan akan memberikan dampak pada peningkatan ekonomi masyarakat,” kata Safaruddin Dt Bandaro Rajo, Senin (26/9/2022).
Beberapa waktu lalu, Safaruddin hadir langsung di Padang Laweh Tanjung Haro Sikabu-kabu Panjang, Kecamatan Luak, Kabupaten Lima Puluh Kota. Menurut dia, ke depan lomba pacu itiak harus digelar dengan skop lebih besar.
“Kita harus mengundang daerah lain di Sumbar, karena orang lain ingin menyaksikannya serta menjadi jokinya pacu itiak. Pacu itiak ini adalah kegiatan unik yang sudah ada sejak lebih kurang satu abad. Dan ini jadi kalender iven pariwisata setiap tahunnya,” kata Safaruddin.
Ketua Persatuan Olahraga Pacu Itiak (Porti), Andiko Dt Putiah mengatakan, kegiatan pacu itiak digelar di enam gelanggang dan pemenang masing-masing gelanggang akan dipertandingkan di reinbound.
“Kami atas nama masyarakat mengapresiasi Bupati Lima Puluh Kota, karena sudah menganggarkan di APBD untuk kegiatan operasionalnya sebesar Rp50 juta, dan berharap di tahun depan dapat dianggarkan untuk biaya pembinaannya,” ujar Dt Putiah.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pariwisata Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Lima Puluh Kota, Ali Hasan mengatakan bahwa kalender iven pariwisata pacu itiak harus dikolaborasikan dengan daerah lainnya, karena pacu itiak atau duck race hanya ada di Luak Limo Puluah (Kabupaten Lima Puluh kota dan Kota Payakumbuh).
“Kegiatan ini hampir sama dengan grandprix formula satu, setiap sirkuit atau gelanggang dipertandingkan jarak 800 M, 1.000 M, dan 1.200 M, serta 1.600 M. Pacu Itiak banyak diminati wisatawan nusantara, terutama para petani dan pecandu terbangitiak di Luak Limo Puluah yang merupakan kegiatan rutin para peternak di sawah sambil menggembalakan itiak,” katanya.
Dia mengatakan, kegiatan pacu itiak sudah ada sejak 1926 dan sempat vakum di era kemerdekaan, baru dimulai lagi pada 1960-an, sementara Porti sebagai tempat bernaungnya para penggiat pacu itiak baru didirikan pada 1970.
“Di samping itu, tradisi pacu itiak sudah terdaftar pada warisan budaya tak benda Indonesia yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta sudah dijadikan calender of tourism Lima Puluh Kota,” tutur Ali Hasan. (*)