HARIANHALUAN.ID – Dinas Kebudayaan (Disbud) Sumatra Barat (Sumbar) tuntaskan pelatihan menulis workshop penulisan sejarah Minangkabau bertajuk potensi sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Kantor Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, Kamis (23/2/2023).
Sekretaris Disbud Sumbar, Yayat Wahyudi mengatakan, pelatihan menulis sejarah Minangkabau dilatarbelakangi oleh banyaknya sejarah Minangkabau, seperti PDRI yang masih belum tergali secara optimal, sehingga lahirnya banyak pendapat membuat sejarah PDRI sendiri menjadi keraguan dan lumpuh.
Bahkan peristiwa PDRI yang telah ditetapkan menjadi Hari Bela Negara (HBN) belum mampu menggaung secara nasional. Artinya, HBN hanya dihayati oleh sebagian masyarakat Sumatra Barat saja.
“Melalui pelatihan menulis sejarah ini kita ingin menggaungkan HBN sebagai sejarah kebangsaan. Jangankan nasional, dari masyarakat Sumbar saja masih banyak yang belum mengetahui PDRI. Oleh karena itu, pembinaan terhadap peserta dan masyarakat sebagai sejarawan merupakan salah satu program prioritas Pemprov Sumbar yang termasuk ke dalam item kebudayaan,” katanya kepada Haluan.
Adapun buku yang mengisahkan tentang PDRI sendiri, lanjut Yayat Wahyudi, masih banyak perspektif-perspektif baru yang tumbuh dan bahkan muncul versi-versi baru, sehingga sejarah Minangkabau tentang PDRI masih belum dapat dikatakan komprehensif.
“Makanya penting bagi kita semua untuk mempelajari sejarah. Ini yang kita coba untuk merangkai kembali menjadi sebuah sejarah melalui potensi-potensi yang belum tergali. Diharapkan ke depan dapat menjadi penyuluh kebudayaan di bidang sejarah, demi meningkatkan kemampuan dalam kepenulisan sejarah terlebih lagi dalam meningkatkan kelestarian kita dalam sejarah keminangkabauan, apalagi pada PDRI ini,” ujarnya.
Sementara itu, pemateri dan sekaligus Sejarawan Unand Padang, Zulqayyim juga menyampaikan bahwa sejarah sebagai masa lalu butuh pembaharuan untuk masa yang akan mendatang. Artinya, sejarah membutuhkan aspek lain guna memperkuat sejarah PDRI itu sendiri, salah satunya melalui potensi sejarah lokal mengenai PDRI.
“Masih banyak potensi tentang PDRI yang harus kita gali. Salah satu untuk menggaungkan PDRI itu adalah dengan memunculkan tulisan-tulisan sejarah yang bersifat lokal. Apalagi masih banyak sejarah lokal yang belum diketahui yang sesungguhnya ingatan kolektif itu sangat melekat oleh masyarakat apalagi pelaku sejarah,” katanya.
Berbicara mengenai PDRI, ada beberapa daerah di Sumatra Barat (Bukittinggi, Bidar Alam, Sungai Dareh, Sumpur Kudus, Lintau, Koto Tinggi) yang terlibat pada masa perjuangan PDRI yang dipimpin langsung oleh Mr. Syafruddin Prawiranegara pada agresi militer Belanda II pada tahun 1948. Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama rombongan melakukan perjalanan menyusuri hutan-hutan dan sungai-sungai guna menyuarakan keberadaan kemerdekaan Indonesia tetap ada.
Namun sekilas, sejarah itu hanya sebatas kalimat yang tertulis ke dalam buku yang nyatanya masyarakat Indonesia bahkan masyarakat Sumatra Barat sendiri belum banyak mengetahuinya. Adapun masyarakat mengetahuinya, itu pun hanya sekadar mendengar nama tanpa mengetahuinya secara jelas.
“Maka dari itu, kita sesungguhnya adalah sejarawan yang bertanggungjawab untuk mengawali sejarah itu. Melalui potensi sejarah lokal yang belum tersentuh oleh publikasi dan media marilah kita menggali potensi itu dengan menulisnya, agar sejarah PDRI bisa membumi melalui penguatan yang kita lakukan bersama-sama,” ujar Zulqayyim. (*)