Hati-Hati, Bonus Demografi Sumbar Jangan Jadi Bumerang

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Andalas (Unand) Dr. Aidinil Zetra. IST

PADANG, HALUAN—Jumlah warga berusia produktif di Sumatra Barat (Sumbar) terus mengalami peningkatan, bahkan kalangan milenial mulai mendominasi lapangan pekerjaan. Bonus demografi yang mulai dinikmati menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah, agar tak berbalik menjadi penghalang dalam upaya memulihkan ekonomi.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Andalas (Unand) Dr. Aidinil Zetra mengatakan, saat ini jumlah penduduk usia 15-39 tahun di Sumbar mencapai 41,02 persen dari jumlah penduduk keseluruhan. Tercatat 67,98 persen di antaranya berada pada usia produktif dan 60,33 persen di antaranya merupakan generasi milenial.

“Kondisi ini menunjukkan bonus demografi di Sumbar mulai berlangsung. Namun, bonus demografi ini bisa berubah malapetaka demografi jika pemerintah tidak serius melakukan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM),” kata Aidinil kepada Haluan, Kamis (28/10).

Menurut Aidinil, bila potensi bonus demografi tidak dikelola dengan matang, maka akan menyebabkan peningkatan angka pengangguran, sehingga juga menambah beban anggaran negara. Pemerintah, katanya, perlu menyiapkan langkah strategis agar bonus demografi bisa memberikan dampak positif dalam menggerakkan perekonomian.

“Keberhasilan dalam memanfaatkan jendela peluang ini tergantung bagaimana pemerintah bisa mensinergikan bonus demografi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” katanya lagi.

Terlebih, sambung Aidinil, krisis pandemi Covid-19 masih belum berakhir dan telah berdampak pada sejumlah program pemerintah yang mesti ditunda pelaksanaannya. Termasuk di antaranya program peningkatan kualitas SDM dalam menyambut bonus demografi itu sendiri.

Di samping itu, Aidinil menambahkan, pandemi Covid-19 yang menyebabkan krisis ekonomi juga mengakibatkan jumlah pengangguran meningkat, bahkan pada kelompok usia produktif. Hal ini tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam memaksimalkan potensi usia produktif tersebut.

“Usaha pencapaian dan pemanfaatan bonus demografi yang mengandalkan kelompok usia produktif telah terbentur oleh kenyataan meningkatnya jumlah pengangguran selama masa pandemi ini,” ujar Aidinil.

Tingginya angka pengangguran, dinilai Aidinil sebagai masalah yang cukup kompleks, sehingga memerlukan solusi yang arif secara konseptual. Pemerintah daerah, mesti melibatkan seluruh elemen dan potensi yang ada untuk penciptaan lapangan kerja. Selain itu pemerintah perlu merumuskan regulasi yang bijak untuk menekan tingkat pengangguran.

“Dunia usaha, asosiasi perbankan, serta masyarakat, perlu dilibatkan. Kemudian, menyusun kerangka kerja penanggulangan pengangguran dan penciptaan lapangan kerja secara menyeluruh dan konseptual yang didukung oleh regulasi,” katanya.

Menurut Aidnil, penyelesaian masalah tingginya angka pengangguran tidak cukup dengan langkah yang bersifat gradual. Namun, perlu kerangka kerja yang meliputi upaya perluasan dan penciptaan kesempatan kerja. Kemudian, peningkatan informasi pasar dan bursa kerja, serta pembinaan terkait hubungan industrial.

Selain itu, sambung Aidinil, yang perlu diwaspadai pada masa pandemi adalah penurunan kualitas SDM dan peningkatan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD). Sebab, KTD dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti stunting, angka kematian ibu dan bayi, serta permasalahan lain yang bisa mengganggu kualitas SDM di Sumbar.

Sementara itu, Guru Besar Ekonomi Unand, Prof. Heri, menilai bahwa bonus demografi akan menjadi sebuah keuntungan karena Sumbar akan memiliki angkatan kerja yang cukup banyak. Namun, keberadaan angkatan muda itu harus dipastikan memiliki keterampilan, kompetensi daya cipta, dan karakter yang baik.

“Komptensi terbentuk dari pendidikan. Dalam kondisi pandemi, semua negara merasakan dampaknya. Tapi, bagaimana pun kita tetap memiliki kesempatan untuk maju, dengan syarat kreativitas angkatan muda harus dikembangkan, terutama lewat pendidikan,” katanya.

Kepala LLDIKTI Wilayah X itu menambahkan, pandemi menuntut banyak perubahan yang harus dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus menyediakan ruang yang luas bagi angkatan muda untuk menciptakan inovasi dalam berbagai hal di masa pandemi.

Heri menilai, saat ini semua kegiatan bisa dilakukan secara daring atau online, termasuk dalam menjalankan aktivitas usaha. Hal inilah yang harus dimanfaatkan oleh generasi muda untuk mengembangkan diri, termasuk dalam merambah dunia usaha berbasis digital.

“Lembaga pendidikan dan Pemda mesti bekerja sama untuk menciptakan ekosistem pembaharuan dari angkatan muda ini. Apalagi di Kota Padang terdapat berbagai perguruan tinggi. Jika semuanya mampu memaksimalkan jumlah yang tidak sedikit ini, maka akan lahir ekosistem pembaharuan di Sumbar,” ujarnya.

Menurut Heri, Pemda perlu menyediakan ruang untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan anak muda, serta menggandeng mereka untuk berkolaborasi dalam berbagai program.

Audy: Modal Besar

Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Sumbar, Audy Joinaldy menyampaikan, bahwa kualitas SDM, terutama usai muda, akan menjadi modal besar bagi negara dalam mewujudkan Indonesia emas 2045. Menurutnya, Indonesia akan mengalami bonus demografi yang puncaknya pada 2040, dengan usia produktif mencapai 64 persen dari total penduduk.

Menurut Audy, bonus demografi itu harus disiapkan dengan cermat melalui penciptaan lapangan kerja yang seluas-luasnya, agar bonus demografi itu tidak berbalik menjadi bencana demografi. Sebab, usia produktif yang tidak terserap lapangan kerja akan meningkatkan angka pengangguran dan berdampak kepada angka kemiskinan.

“Kita ada berkah bonus demografi. Artinya, negara kita piramida penduduknya gemuk di tengah. Mulai dari gen z, gen milenial, gen alpha, itu adalah mayoritas penduduk Indonesia. Mewujudkan Indonesia emas, syaratnya pemuda harus diberdayakan dengan baik. Pemuda tahu arah ekonomi,” katanya. (h/mg-dar/mg-rga)

Exit mobile version