PADANG, HARIANHALUAN.ID—Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXV Lemhannas RI Tahun 2023 berkunjung ke PT Semen Padang untuk mengetahui sejarah berdiri, proses bisnis, dan tantangan yang dihadapi perusahaan semen pertama di Indonesia dan Asia Tenggara tersebut, Senin (5/6) sore.
Dipimpin oleh Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Wawasan Nusantara Lemhannas, Laksda TNI Yeheskiel Katiandagho, rombongan PPRA LXV itu disambut Direktur Operasi PT Semen Padang, Indrieffouny Indra, di ruang rapat lantai I Kantor Pusat PT Semen Padang.
Selain Indrieffouny, rombongan Lemhannas tersebut juga disambut sejumlah staf pimpinan PT Semen Padang. Di antaranya, Kepala Departemen Perencanaan & Pengendalian Produksi, Juke Ismara dan Kepala Unit Humas & Kesekretariatan, Nur Anita Rahmawati.
Laksda TNI Yeheskiel Katiandagho, mengucapkan terima kasih kepada manajemen PT Semen Padang yang telah menerima kunjungan peserta PPRA LXV Lemhannas RI. Kunjungan ini dilakukan, karena PT Semen Padang adalah pabrik semen pertama di Indonesia dan Asia Tenggara.
“Kunjungan ke Semen Padang ini di bawah Deputi Bidang Pendidikan Tingkat Nasional Lemhannas. Tentunya, kami berharap dukungan dari manajemen Semen Padang terkait informasi yang dibutuhkan peserta PPRA Lemhannas, baik informasi produksi semen, pemasaran, hingga program CSR-nya,” kata Yeheskiel.
Peserta PPRA Lemhannas ini, kata Yeheskiel melanjutkan, selain dari Indonesia, juga ada peserta dari negara-negara sahabat. “Untuk ke Semen Padang ini, ada 9 orang dari negara-negara sahabat seperti Malaysia, Pakistan, Singapura, Sri Lanka, Arab Saudi, Thailand, India, Zimbabwe dan Laos. Mereka ini orang-orang pilihan dari negaranya,” ujarnya.
PPRA LXV Lemhannas RI ini, sebutnya, dimulai akhir Januari 2023 dan berakhir pada Agustus mendatang. Untuk kegiatan di Sumbar, digelar selama 5 hari dan salah satunya ke PT semen Padang. “Bagi saya sendiri, Semen Padang sudah tidak asing. Saya sudah 4 kali ke sini,” ungkap lulusan AAL 1990 itu.
Sementara itu, Direktur Operasi PT Semen Padang, Indrieffouny Indra menyampaikan sejarah berdirinya PT Semen Padang yang kini berusia 113 tahun, dan menjadi pabrik semen pertama di Asia Tenggara. PT Semen Padang didirikan 18 Maret 1910 dengan nama pertama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM).
Pada 5 Juli 1958, PT Semen Padang dinasionalisasi oleh Pemerintah RI. Pada periode ini, perseroan mulai mengembangkan diri dengan meningkatkan kapasitas Pabrik Indarung I menjadi 330.000 ton/tahun. Selanjutnya, kapasitas produksi pun terus dikembangkan dengan mendirikan Pabrik Indarung II, III, IV, V, dan VI, yang berbeda dengan Pabrik Indarung I yang menerapkan proses kering.
“Semen hasil produksi Indarung I ini sudah digunakan untuk membangun peradaban Hindia Belanda dan dunia, seperti Afrika Selatan, Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Di Indonesia, semen dari Indarung I telah digunakan untuk membangun gedung-gedung monumental dan ikonik seperti Monas di Jakarta, Jembatan Ampera di Palembang, Gedung MPR RI di Jakarta, dan jam gadang di Bukittinggi,” kata Indrieffouny.
Pada kesempatan itu, Indrieffouny menyampaikan, PT Semen Padang juga turut mendukung program pemerintah dalam mengurangi CO2 seperti program Refuse-Derived Fuel (RDF) yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dan program memanfaatkan bahan bakar dan bahan baku alternatif (AFR) seperti Nabuang Sarok dan penanaman pohon kaliandra.
Pemilihan sampah melalui program Nabuang Sarok, dilakukan bertujuan untuk membantu pemerintah daerah dalam menanggulangi persoalan sampah. Di mana, masyarakat menyetor sampahnya ke Nabuang Sarok dan sampah yang disetor dimanfaatkan PT Semen Padang sebagai bahan bakar alternatif untuk mensubstitusi bahan bakar batubara.
Indrieffouny melanjutkan, pada program penanaman pohon kaliandra PT Semen Padang bekerjasama dengan masyarakat memanfaatkan lahan yang tidak produktif. “Begitu juga dengan budidaya penanaman pohon kaliandra, di mana kayunya bisa kita manfaatkan sebagai energi alternatif terbarukan untuk mensubstitusi batubara. Kalori dari pohon kaliandra ini cukup besar. Bahkan, hasil uji coba kayu kaliandra ini mencapai 4900 kkal hingga 5200 kkal,” ujarnya. (h/dan)