PADANG,HARIANHALUAN.ID — Pakar Kebijakan Publik Dr, Nora Eka Putri S,IP, M.Si meminta pemerintah daerah untuk menyikapi secara bijak permintaan pengalihan trase jalan Tol Padang-Pekanbaru seksi Payakumbuh Pangkalan yang dilancarkan masyarakat terdampak tol di Lima Nagari di Kabupaten Limapuluh Kota.
Doktor Studi Kebijakan Publik Universitas Negeri Padang ini menegaskan, pemerintah daerah mesti menerapkan Hybrid Policy dalam setiap proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan persoalan ruang hidup dan aktivitas investasi pembangunan.
Sebab itu, apabila masyarakat terdampak merasa dirugikan dan tidak diuntungkan dengan keberadaan trase jalan tol yang melintasi kampung mereka, pemerintah sebaiknya mengabulkan permintaan pengalihan itu.
“Karena jika mengacu kepada Undang-Undang Pengadaan Tanah tahun 2012, pemerintah sebenarnya bisa saja memutuskan untuk mengalihkan trase jalan tol apabila memang masyarakat terdampak terus melancarkan penolakan,” ujarnya kepada Haluan Rabu (4/10).
Nora Eka Putri menilai, strategi penolakan yang diambil Forum Masyarakat Terdampak Jalan Tol (Format) Limapuluhkota dengan cara mengantarkan langsung surat keberatan kepada JICA di Tokyo, adalah suatu langkah penolakan yang tepat dan cerdas.
Penggunaan strategi penolakan langsung yang disandarkan kepada alasan penghormatan dan perlindungan masyarakat hukum adat dan nilai-nilai budaya lokal Sumatra Barat ini, mengindikasikan masyarakat sudah lebih maju dalam berpikir guna memajukan kampung halamannya.
“Masyarakat sudah mencoba memberikan aspirasi dan partisipasinya untuk pembangunan dengan terlibat langsung dalam perencanaan jalan tol. Jika sejak awal pemerintah melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan sebagaimana prinsip Hybrid Policy, saya kira ini semua tidak perlu terjadi,” jelasnya.
Nora berpandangan, pengalihan trase jalan tol ke lokasi yang lebih minim resiko sosial, ekonomi dan kultural adalah langkah yang perlu dilakukan dan dipikirkan oleh stake holder terkait saat ini.
Namun begitu, langkah ini diprediksi juga tidak akan mudah dilaksanakan dalam waktu cepat lantaran proses sosialisasi harus diulang lagi dari awal dan menyasar seluruh lapisan masyarakat terdampak hingga akar rumput.
“Kondisi seperti ini sebenarnya juga pernah terjadi pada saat proses pembangunan jalan Tol Padang-Sicincin. Ketika itu, permohonan perubahan trase bahkan diakomodir oleh Gubernur Sumbar saat itu, yakninya Irwan Prayitno,” tegas dia.
Kendati demikian, Menurut Nora, ada perbedaan mendasar antara jalan tol trase Payakumbuh – Pangkalan dengan trase Padang-Sicincin yang beberapa tahun lalu juga sempat ramai ditolak dan diminta alihkan oleh warga terdampak.
“Tol Padang-Sicincin berasal dari APBN, sementara pembangunan jalan tol Padang-Payakumbuh didanai dari dana pinjaman pemerintah indonesia kepada Jepang,” terang Nora yang juga merupakan tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sumatra Barat ini.
“Mengingat perbedaan sumber pembiayaan ini, barangkali pemerintah khawatir dana dari Jepang untuk membangun jalan tol ini akhirnya menjadi hilang dan proyek ini gagal terwujud. Namun itu semua bukanlah alasan untuk mengabaikan kepentingan masyarakat,” jelasnya.
Nora juga menilai, langkah arif dan bijaksana yang pernah diambil oleh Mantan Gubernur Irwan Prayitno harus dicontoh oleh Pemprov Sumbar dibawah kepemimpinan Gubernur Mahyeldi Ansharullah dalam menyikapi keputusan JICA yang telah menyatakan mengabulkan permohonan pengalihan trase yang disampaikan masyarakat terdampak.
“Pada intinya, dalam setiap proses pembangunan dan Investasi negara dan pemerintah di segala level harus mendengarkan aspirasi yang disampaikan masyarakat, ”pungkasnya kemudian. (*)