PADANG, HALUAN — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta pemerintah daerah (Pemda) bersiaga menghadapi potensi bencana hidrometeorologi, yang disebabkan oleh fenomena La Nina, atau turunnya Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik. Sumatra Barat (Sumbar) sendiri termasuk daerah dengan kejadian bencana alam yang cukup sering dalam lima tahun terakhir.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tingkat provinsi dan kabupaten/kota sendiri telah mulai menyiagakan personel. Termasuk memetakan titik rawan terjadinya bencana longsor dan banjir, seiring peringatan dini cuaca ekstrem yang telah dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) beberapa waktu yang lalu.
“Kita sudah menetapkan siaga darurat bencana untuk menghadapi kemungkinan yang terjadi, seperti fenomena La Nina yang akan menimbulkan hujan dengan intensitas tinggi dari biasanya. Prediksinya, dampak La Nina akan mulai terjadi November ini,” ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik (Kabid KL) BPBD Sumbar, Rumainur kepada Haluan, Kamis (4/11).
Rumainur menambahkan, pihaknya sudah belajar banyak dari sejumlah kejadian bencana yang terjadi Oktober lalu, seperti longsor dan banjir yang menerpa sejumlah daerah di Sumbar. Termasuk, kejadian banjir di Kabupaten Padang Pariaman akhir September lalu, yang menyebabkan timbulnya korban jiwa.
“Seluruh BPBD kabupaten/kota sudah menyiapkan sumber daya yang tanggap bencana. Kita juga menyiapkan peralatan. Untuk menghadapi potensi ini, peralatan yang disiagakan adalah pendayung, baju jaket penyelamat, kemudian logistik,” ujarnya.
BPBD Sumbar, sambung Rumainur, juga telah menyiapkan personel dalam tiga kelompok siaga 24 jam guna menghadapi potensi kebencanaan. Personel siaga juga telah disiapkan oleh masing-masing BPBD tingkat kabupaten/kota.
Rumainur menambahkan, seluruh wilayah di Sumbar memiliki tingkat kerawanan bencana yang berbeda-beda. Namun secara umum, semua daerah, selain kawasan Payakumbuh, termasuk dalam wilayah rawan bencana.
“Semua daerah di Sumbar ada titik rawannya, terutama kawasan di bagian pesisir barat Sumbar, yang seharusnya meningkatkan kewaspadaan yang lebih tinggi. Namun, ada beberapa daerah yang tidak merata, misalnya Kota Payakumbuh, yang bisa dikatakan kategori aman,” tutur Rumainur.
Siaga di Ibu Kota
Terpisah, Kepala BPBD Kota Padang, Barlius juga menyampaikan, bahwa fenomena La Nina diperkirakan akan berlangsung hingga awal tahun 2022, yang akan menyebabkan hujan turun dengan intesitas cukup tinggi. Menurutnya, kondisi tersebut juga akan melanda kawasan Kota Padang sebagai ibu kota provinsi.
“Efek dari badai La Nina diprediksi akan menyebabkan peningkatan intensitas curah hujan di wilayah Kota Padang. Untuk itu, kami sejak beberapa bulan lalu telah meningkatkan monitoring, pengawasan, serta penyiagaan personel di sejumlah kawasan rawan bencana banjir dan longsor,” ujar Barlius kepada Haluan, Kamis (4/11).
Ia menambahkan, BPBD telah memetakan sejumlah kawasan yang cukup rawan akan terdampak banjir, seperti wilayah yang berada di sepanjang aliran sungai di Kota Padang. Ia pun telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat yang bermukim di sekitaran kawasan tersebut, agar waspada saat hujan dengan intensitas tinggi turun lebih dari satu jam.
“Kami mencatat pemukiman yang ada di sekitar aliran sungai Batang Kuranji, Sungai Sapiah, Sungai Lareh, Banda Bakali, serta sungai-sungai kecil lainnya, itu rawan mengalami banjir jika hujan turun. Penyebabnya adalah, semakin berkurangnya daya tampung sungai-sungai itu,” ujarnya lagi.
Ada pun terkait potensi longsor, Barlius menyebutkan bahwa beberapa ruas jalan raya penghubung kerap mengalami longsor di Kota Padang, seperti jalan penghubung Solok- Padang, tepatnya di sekitar Lubuak Paraku.
“Sebanyak 21 personel dibagi menjadi 3 regu, dan itu terus kami siagakan. Jika terjadi bencana, mereka juga akan dibantu oleh Kelompok Siaga Bencana (KSB) yang tersebar dari tingkat kecamatan hingga tingkat kelurahan di Kota Padang,” kata Barlius.
Hal yang sama juga disampaikan Kepala BPBD Padang Pariaman, Budi Mulya. Pihaknya juga telah menyiapkan personel guna mengahadapi potensi bencana akibat dari badai La Nina. Pihaknya juga sudah mengeluarkan imbauan siaga ke seluruh camat dan wali nagari di Padang Pariaman.
“Seluruh camat dan wali nagari sudah diimbau untuk menyuarakan kepada masyarakat agar siaga menghadapi bahaya cuaca ekstrem, salah satunya La Nina. Melalui imbauan ini bencana semoga dapat meminimalisir risiko bencana yang terjadi,” ujarnya kepada Haluan, Kamis (4/11).
Selain itu, BPBD Padang Pariaman juga telah mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan, di antaranya alat untuk keperluan evakuasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana. “Pengecekan dan persiapan peralatan jika terjadi bencana telah dilakukan, demikian juga dengan kesiapan personel di BPBD. Untuk keseluruhan tim TRC PB BPBD Padang Pariaman, personelnya sekitar 60 orang,” ujarnya.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk waspada 24 jam, terutama kepada masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana banjir dan longsor. Seperti kawasan Patamuan, V Koto Timur, Sungai Geringging, dan Aur Malintang. Ada pun titik rawan terjadinya banjir di antaranya Ulakan Tapakis, Sungai Limau, Sintuk Toboh Gadang, dan Lubuk Alung.
Bakal Sering Hujan
Terpisah, Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Minangkabau, Sakimin, menerangkan bahwa fenomena La Nina terjadi karena pendinginan suhu muka laut di Samudera Pasifik, yang dapat menyebabkan perairan Indonesia mengalami peningkatan suhu muka laut. Hal ini kemudian akan membentuk awan-awan secara masif, sehingga wilayah Indonesia akan lebih sering mengalami hujan.
“Dampak La Nina menyebabkan kawasan Nusantara intensitas hujannya lebih banyak. Prediksinya, intensisitas hujan bisa naik 20 hingga 70 persen dibanding keadaan normal. Artinya, kendati dalam musim penghujan, intensitas hujan saat ada fenomena global La Nina bisa lebih ekstrem. Tapi, tidak semua Indonesia terdampak, yang terdampak itu Sumatra bagian Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara. Kemudian, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan,” katanya.
Sakimin menambahkan, Sumbar sebetulnya tidak merasakan dampak yang terlalu signifikan. Namun, ia menyarankan agar masyarakat tetap waspada sehubungan menghadapi puncak musim penghujan pada November ini. Sebab, akan berpotensi mengakibatkan banjir, banjir bandang, dan tanah longsor, terutama di daerah-daerah dataran rendah dan perbukitan.
Siaga Nasional
Sementara itu, Kepala BNPB Letjen TNI Ganip Warsito meminta seluruh daerah mewaspadai dampak fenomena La Nina yang diprediksi akan terjadi hingga medio Februari 2022, dengan intensitas hujan tinggi dan beberapa daerah yang diprediksi mengalami banjir.
Ganip memaparkan data dari 17.032 kejadian bencana dari 2016-2020, tercatat bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem merupakan kejadian tertinggi. Tujuh provinsi tercatat mengalami kejadian bencana paling tinggi yakni Aceh, Sumbar, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Sementara itu di tahun 2021, tercatat hingga 3 November dari 2.242 kejadian bencana, dan yang paling mendominasi adalah banjir, tanah longsor, dan puting beliung. “Saya minta atensi semua pihak untuk kewaspadaan bencana hidrometeorologi dari dampak fenomena La Nina yang beriringan dengan periode puncak musim hujan. Kita harus mengetahui ancaman, maka kita bisa menentukan strategi menghadapi bencana. Saya yakin tiap BPBD sudah membuat rencana kontijensi,” kata Ganip dalam Rakor BNPB virtual, Kamis (4/11).
BPBD tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sambung Ganip, diminta mengantisipasi dampak La Nina dengan menggelar apel kesiapsiagaan, penyusunan rencana kontijensi, menetapkan status siaga darurat jika diperlukan, dan melakukan giat kesiapsiagaan. Kemudian memperkuat sistem peringatan dini berbasis masyarakat, serta memastikan jejaring komunikasi peringatan dini.
Selain itu, Ganip menambahkan, dalam upaya mitigasi potensi bencana hidrometeorologi perlu dilakukan penanaman vegetasi, pembersihan saluran air, penguatan tanggul sungai, penguatan lereng baik menggunakan beton maupun vegetasi, pemeliharaan drainase permukaan, dan pemangkasan pohon lapuk.
Kemudian juga diperlukan, penetapan jalur evakuasi, penetapan rambu daerah rawan bencana, sistem peringatan dini berbasis masyarakat, jejaring komunikasi berbasis masyarakat, dan melakukan simulasi evakuasi. (h/mag-dar/mg-sci/mg-fzi)