Sementara untuk kasus TPPO, sambung dia, sebagian besar masyarakat belum memahami tentang TPPO, sehingga menganggap hal tersebut wajar dan tidak pantas dilaporkan. Terutama jika pelaku merupakan keluarga sendiri, sehingga diselesaikan secara kekeluargaan.
Pada kesempatan itu, Herlin Sridiani juga mengungkapkan, sepanjang tahun 2023 lalu, Sistim Informasi Online Perlindungan Perempuan&Anak (SIMFONI PPA) Provinsi Sumbar tahun 2023 mencatat telah terjadi 1.051 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumatra Barat.
Ribuan kasus itu telah menyebabkan 1.113 orang menjadi korban. Dengan rincian 268 kasus menyebabkan 272 orang perempuan menjadi korban, serta 783 kasus lainnya menyebabkan 841 anak menjadi korban kekerasan
“Rinciannya kekerasan fisik sebanyak 80 korban, kekerasan psikis dan seksual 51 korban, satu orang korban perdagangan orang (Human Traffikcing), serta 17 korban penelantaran dan 20 korban kasus lainnya,” katanya.
Menurut Herlin, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumatra Barat sepanjang tahun 2023 lalu, mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2022 sebelumnya.
“Melihat data-data tersebut perlu suatu upaya, yaitu percepatan penurunan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui upaya pencegahan dan penangganan korban kekerasan secara terpadu,” katanya.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DP3APKB Sumbar, Rosmadeli menambahkan, dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus, serta korban kekerasan secara terpadu dan komprehensif, diperlukan sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi, komprehensif dan realtime.