PADANG, HALUAN — Mitigasi kebencanaan di Sumatra Barat (Sumbar) harus semakin diperkuat, terutama dalam meminimalisir dampak dan kerugian yang terjadi pascabencana. Sementara itu, Pemerintah Provinsi (Pempov) Sumbar saat ini tengah menggalakan edukasi terkait peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) siaga bencana.
Pengamat Kebencanaan dan Akademisi Universitas Andalas (Unand), Badrul Mustafa Kemal menyampaikan, berdasarkan Indeks Risiko Bencana (IRB) terbaru, sejumlah daerah di Sumbar memiliki tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi seperti di Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Agam. Baik itu bencana alam atau pun bencana hidrometorologi.
“Indikator risiko tinggi becana itu karena banyak potensi gempa, banjir, longsor, dan banjir bandang. Terlebih, daerah Sumbar yang berada di perbukitan atau pegunungan,” kata Badrul kepada Haluan, Senin (15/11).
Ia memisalkan, langsor dan banjir yang menerjang Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat, beberapa hari lalu, dengan dampak kerugian yang ditimbulkan cukup besar. BPBD Pasaman Barat mencatat, kerugian mencapai Rp1,7 miliar karena rusaknya sejumlah fasilitas publik serta gagal panennya puluhan hektare (ha) sawah.
Di sisi lain, Badrul menyebutkan, beberapa bulan lalu di Pasbar, tepatnya di Kecamatan Kinali, juga terjadi bencana serupa. Hal ini menunjukkan, bahwa wilayah-wilayah di Pasbar memiliki tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi.
Pemkab Pasbar melalui BPBD, kata Badrul, harus memiliki kesiapsiagaan dalam bentuk program mitigasi yang terukur dan terstruktur. Terutama sekali dengan merujuk IRB sebagai pedoman dalam penyusunan program mitigasi, terutama prabencana. Sehingga, bencana dan risiko kerugian yang ditimbulkan dapat diminimalisir.
“Tentu, Pemkab Pasbar dan BPBD setempat sudah tahu dengan peringatan IRB itu. Tapi apakah sudah diiringi dengan program mitigasi yang maksimal. Mitigasi prabencana amat penting karena memang daerahnya itu daerah rawan. Banjir dan longsor tidak sekali dua kali terjadi di wilayah itu,” katanya lagi.
Apalagi, Badrul menambahkan, Bulan November dan Desember disebut sebagai bulan basah di mana intensitas hujan turun lebih tinggi dan puncak musim hujan yang masih belum terjadi, sehingga Pemda perlu menyiapkan program mitigasi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
“Tiga tahapan mitigasi, prabencana, saat bencana, dan pascabencana harus berjalan beriringan. Perlu ada peta rawan banjir dan longsor di setiap daerah, karena puncak musim hujan masih belum terjadi,” tutur Badrul.
Sebab, sambung Badrul lagi, berdasarkan analisa dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tentang banjir bandang yang terjadi di Talamau, disebabkan adanya cekungan-cekungan yang membentuk bendungan kecil di hulu sungai, sama persis dengan penyebab banjir bandang di Kota Padang pada 2012 lalu.
“Banjir bandang disebabkan karena di hulu sungai terbentuk bendungan-bendungan alami yang disebabkan tumpukan ranting kayu atau pohon tumbang menghalangi arus air. Sehingga, membuat aliran air tidak lancar dan menggenang. Lalu, saat curah hujan cukup tinggi, cekungan itu akan jebol dan menimbulkan air bah dan membawa material apa saja sehingga terjadi banjir bandang,” katanya.
Menurut Badrul, Pemda dan BPBD perlu melakukan pengecekan ke hulu sungai secara periodik dan rutin untuk upaya pembersihan. Sebab, bila bendungan dibiarkan, apalagi di musim hujan, akan sangat membahayakan dan berpotensi memicu banjir bandang.
Sementara itu, Wakil Gubernur (Wagub) Sumbar, Audy Joinaldy mengatakan, Sumbar memang termasuk kawasan dengan potensi bencana yang cukup tinggi. Mulai dari kawasan pesisir pantai yang berpotensi terkena tsunami hingga bencana abrasi, dan wilayah Sumbar di perbukitan dengan potensi bencana tanah longsor tinggi.
“Daerah Sumbar ini supermarket bencana, dan bencana dapat datang kapan dan di mana saja, baik karena faktor alam maupun faktor perilaku manusia, sehingga perlu ada manajemen penanganan kebencanaan yang baik, terutama soal koordinasi serta kompetensi petugas,” ujar Audy, Senin (15/11).
Pemerintah daerah, sambung Audy, saat ini tengah menggalakkan peningkatan kompetensi SDM di seluruh organisasi perangkat daerah (OPD), sebagai upaya memberikan pengetahuan terkait manajemen bencana dan penanggulangannya. Khususnya pengetahuan terkait penanggulangan bencana, manajemen kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana, manajemen darurat bencana, dan pemulihan bencana.
Audy menambahkan, bencana yang terjadi di Indonesia, termasuk di Sumbar yang menyebabkan korban jiwa dan harta benda telah memberikan banyak pembelajaran bahwa kesiapan masyarakat terkait kebencanaan masih minim.
“Salah satu kunci penting dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, menanggulangi bencana terkait dengan mitigasi peringatan dini dan kesiapsiagaan terhadap bencana. Sehingga, kecerdasan masyarakat terhadap bencana dapat ditingkatkan. Sekaligus, juga menjadi tanggung jawab Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk meningkatkan penanggulangan bencana,” ucapnya. (h/mg-rga)