PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pusat Studi Bencana (PSB) Universitas Andalas (Unand) bersama Pusat Tanggap Darurat (PTD) melakukan studi lapangan pengabdian kepada masyarakat pascabanjir bandang yang terjadi di daerah sungai Batang Anai akibat erupsi Gunung Marapi.
Dari hasil penelitian itu, didapati tumpukan material di hulu Batang Anai menjadi penyebab utama banjir lahar dingin marapi. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Senin dan Selasa (13- 14/5/2024) lalu.
Kegiatan tersebut diisi dengan penyerahan sejumlah bantuan, sekaligus melakukan studi teknis yang hasilnya disusun sebagai solusi penanggulangan bencana.
Tenaga ahli di bidang kesehatan dan infrastruktur Unand, Febrin Anas Ismail menyebutkan, banjir bandang yang terjadi di sungai Batang Anai diperkirakan terjadi akibat adanya tumpukan material pohon tumbang pada lembah sungai di hulu Batang Anai, yang membentuk bendungan alam.
“Getaran gempa vulkanik dari Gunung Marapi disertai curah hujan yang tinggi selama lebih dari enam jam, ditengarai menjadi sebab runtuhnya bendungan alam tersebut dan kemudian turun sebagai banjir bandang atau yang lebih dikenal sebagai galodo,” katanya, Jumat (17/5/2024).
Ia mengatakan, beberapa data lain yang berhasil dikumpulkan tim PSB dan PTD ialah terkait kemiringan dasar sungai Batang Anai. Hal tersebut, katanya, bisa terlihat dari kecepatan air yang relatif tinggi saat kondisi air normal.
“Limpasan yang terjadi akibat efek penyumbatan pada daerah jembatan dan penyempitan alur sungai. Loncatan atau overtapping pada alur yang berkelok dan limpasan yang terjadi, karena pengurangan kapasitas alur sungai akibat pengendapan material angkutan, serta sempadan sungai yang belum diterapkan, seperti banyak bangunan yang berada di pinggiran sungai,” ujarnya.
Setelah mengumpulkan data-data tersebut, tim lalu menyusun beberapa saran yang ditujukan kepada Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumbar dan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatra V.
“Kami menyusun beberapa saran, seperti pembangunan sabodam di hulu sungai, pembangunan pengontrol kemiringan dasar sungai, agar kecepatan air normal. Kemudian mengembalikan fungsi jalan nasional dan segera membuat peraturan tentang sempadan Batang Anai,” ujarnya.
Selain itu, terkait erupsi Gunung Marapi dan hubungannya dengan banjir bandang, tim memperkirakan bahwa erupsi Marapi telah menyemburkan 300 ribu meter kubik material yang sebagiannya menumpuk di hulu sungai, dan berpotensi pada banjir lahar dingin.
Diketahui, Gunung Marapi aktif tipe A yang pernah meletus pada tahun 1833 ini telah menyandang status Waspada sejak 2011, dan hampir setiap tahun mengalami letusan eksplosif. Oleh karena itu, tim telah menyusun saran solusi, antara lain penyusunan renaksi dan penyelenggaraan rekonstruksi, seperti rumah, sarana umum, pendidikan, sosial dan infrastruktur ketahanan pangan dan melakukan penguatan tanggap bencana, serta merencanakan bangunan sabodam dan suplai irigasi. (*)