PADANG, HARIANHALUAN.ID – Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) mencatatkan masalah Sumbar dalam hal pelayanan publik didominasi oleh tidak baiknya pelayanan kepada masyarakat.
Kemudian disusul dengan penyimpangan prosedur dan permintaan imbalan. Sehingga, ketiga maladministrasi ini perlu menjadi perhatian Sumbar ke depannya.
“Pemda menjadi instansi yang banyak dilaporkan. ASN seharusnya memahami dengan baik prosedur pelayanan publik. Tapi sebaliknya kita di Sumbar terkena di situ, dan ini harus menjadi PR kita bersama,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sumbar, Yefri Heriani, pada media briefing Update Pengawasan Pelayanan Publik di Kubik Koffie, Padang, Jumat (21/6/2024).
Adapun laporan yang diterima, lanjut Yefri, Perwakilan Ombudsman RI Sumbar banyak menerima laporan dengan penyampaian secara langsung, dan diikuti melalui laporan surat dan media sosial.
Namun, pelaporan itu sendiri banyak dilakukan penutupan karena tidak lengkapnya data laporan yang diberikan.
“Pemda sebagai yang banyak dilaporkan itu di bidang pendidikan yang menjadi laporan terbanyak dengan 509 laporan. Lalu agraria dengan 436 laporan dan di bawahnya kepolisian dengan 386 laporan, dan disusul oleh pedesaan, kesos, perhubungan dan infrastruktur dan kepegawaian,” ujarnya.
Tercatat dari kurun waktu empat tahun sejak 2020-2024, Perwakilan Ombudsman RI Sumbar telah menampung laporan sebanyak 1.389 laporan dengan 117 proses penindaklanjutan dan 1.251 laporan yang telah tutup karena data yang tidak lengkap tersebut.
Dalam valuasi kerugian masyarakat, di Sumbar turut mengalami peningkatan. Di tahun 2022 valuasi kerugian masyarakat mencapai Rp1,6 miliar. Ini meningkat di tahun 2023 hingga Rp1,9 miliar kerugian masyarakat dengan potensi kerugian Rp68,182 miliar.