Sementara itu Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Provinsi Sumbar Ilham Wahab, mendukung penurunan status menjadi Siaga Darurat, namun menekankan perlunya peningkatan sosialisasi resiko karhutla dan penegakan hukum.
Sementara itu, Yudha Nugraha dari BMKG Sumbar mengingatkan bahwa curah hujan masih akan rendah hingga pertengahan September.
“Awal Agustus potensi hujan sangat minim, intensitasnya baru mulai meningkat di akhir bulan, dan hujan signifikan diperkirakan baru datang September,” katanya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin, mengingatkan bahwa wilayah Kabupaten Solok tergolong rentan karhutla, terutama pada area yang ditumbuhi alang-alang.
“Meski HTH tak terlalu panjang, potensi kebakarannya tetap tinggi. Kami mendorong agar larangan pembukaan lahan dengan cara membakar terus ditegakkan,” ujarnya. Ia juga mengusulkan agar status Siaga Darurat tetap diberlakukan untuk antisipasi jangka menengah.
Dari unsur keamanan, Dandim 0309/Solok menyatakan komitmennya untuk terus membantu penanganan dan patroli titik rawan. Sementara itu, Kasat Bimas Polres Solok Arosuka mewakili Kapolres mengimbau masyarakat tidak membakar lahan untuk keperluan pertanian atau lainnya.
“Kami siap hadir tidak hanya untuk penindakan, tapi juga membantu solusi pencegahan di lapangan,” ujarnya.
Dengan status Siaga Darurat Karhutla ditetapkan hingga 30 hari ke depan, tantangan terbesar kini bukan hanya pada mitigasi teknis, tetapi bagaimana membangun kesadaran kolektif masyarakat terhadap bahaya, dan konsekuensi hukum dari kebakaran lahan.
Rakor ini menghadirkan lintas instansi dari BPBD Propinsi Sumbar, BPBD Kabupaten, BMKG, Dinas Kehutanan, TNI, Polri, hingga unsur pimpinan daerah. (*)