“Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni).
Zul Elfian Umar adalah cerita tentang mutiara kebaikan. Tutur kata, tindakan, langkah dan kebijakannya, memancarkan keluhuran nilai-nilai terdalam yang diyakininya.
Jujur, sederhana, sungguh-sungguh, amanah, ikhlas dan selalu berikhtiar untuk jadi manusia yang bermanfaat. Di mana pun dan kapan pun, putra Saniangbaka, X Koto Singkarak, Kabupaten Solok kelahiran 8 Desember 1961, akan berusaha istikamah dalam orbit nilai-nilai kebaikan itu.
“Saya sejak kecil, sejak SD sudah suka membaca Koran Haluan. Di Saniangbaka dulu ada wartawan senior Haluan, Pak Agus Usman, namanya. Saya sering bercerita dan berdiskusi dengan beliau. Dari beliau saya banyak mendapat nilai-nilai dan filosofi kehidupan. Salah satunya yaitu filosofi jambu kaliang yang banyak tumbuh di bukit-bukit,” ujar Zul Elfian kepada Tim Haluan yang bersilaturahmi dengannya di ruang Wali Kota Solok, Selasa (31/12/2024) lalu.
Mengenang dialog dengan Agus Usman, Zul Elfian memetik nilai, bahwa dalam kehidupan, kita harus siap seperti jambu kaliang di atas bukit. Kalau bukit terbakar, orang-orang tidak ada yang kasihan dengan jambu kaliang. Orang akan membiarkan saja. Tapi jambu kaliang dalam kehidupannya, tetap berbuat yang terbaik. Kayunya bisa dimanfaatkan orang, buahnya bisa dimakan burung.
Filosofi jambu kaliang adalah kekukuhan untuk menjadi makhluk yang bermanfaat, tegar dan ikhlas. Sejak masa kecil, SD, SMP dan SMA di Solok sampai kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, nilai-nilai untuk menebar kebaikan dan kemanfaatan, seperti filosofi jambu kaliang itu, selalu tumbuh dalam sanubarinya.
“Seorang mukmin itu adalah orang yang bisa menerima dan diterima orang lain, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa menerima dan tidak bisa diterima orang lain. Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Thabrani).
Kota Inovatif
H. Zul Elfian Umar gelar Datuk Tianso adalah juga cerita seorang birokrat dan politisi yang banyak menyimpan mutiara kebaikan. Lulus di Fakultas Hukum UII 1987, suami Hj. Zulmiyenti ini sempat jadi pengacara di Jakarta selama dua tahun.