LIMA PULUH KOTA, HARIANHALUAN.ID – Ruas jalan penghubung Sialang-Galugua di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar), kini berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Kerusakan parah pada jalan tersebut telah menjadi momok bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada akses ini, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk mengangkut hasil panen.
Menurut warga bahwa jalan ini adalah nadi perekonomian mereka, tetapi kondisinya semakin memburuk setiap tahunnya tanpa perhatian serius dari pemerintah.
“Jalan berlubang di mana-mana, licin saat hujan dan rawan kecelakaan. Kami sangat berharap ada tindakan nyata dari pemerintah,” ujar salah seorang warga setempat.
Wakil Ketua Karang Taruna, Piki Wahyudi dengan lantang menyuarakan aspirasi masyarakat. Ia mengkritik keras pemerintah provinsi, DPRD Provinsi Sumatera Barat, dan Pemkab Lima Puluh Kota, yang dinilai lepas tangan dalam menangani persoalan ini.
Dalam wawancaranya, Piki Wahyudi menegaskan bahwa kerusakan jalan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten, tetapi juga pemerintah provinsi dan DPRD.
“Ini bukan hanya masalah lokal, tetapi masalah yang harus ditangani bersama. DPRD Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Provinsi jangan lepas tangan. Tanggung jawab ini tidak bisa terus-menerus dilempar ke pemerintah kabupaten. Jalan ini adalah aset bersama, yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan,” ucap aktivis mahasiswa dan pemuda Nagari Galugua ini.
Ia juga menyebut bahwa alokasi anggaran dari provinsi seharusnya diarahkan untuk memperbaiki jalan ini, karena dampaknya sangat besar bagi perekonomian masyarakat pedesaan.
“Bagaimana mungkin jalan yang menjadi akses utama masyarakat tetap dibiarkan rusak seperti ini? Ini menunjukkan ketidakpekaan pemerintah terhadap kebutuhan rakyatnya,” ujarnya.
Piki juga menyoroti peran DPRD Provinsi Sumatera Barat yang dinilai lamban dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat.
“DPRD tidak boleh hanya menjadi lembaga pengesah anggaran tanpa keberpihakan yang jelas. Mereka memiliki hak dan kewajiban untuk mengawasi pembangunan, terutama infrastruktur vital seperti jalan Sialang-Galugua ini. Jika DPRD hanya diam, maka sama saja mereka ikut bertanggungjawab atas penderitaan rakyat,” ujarnya.
Ia mendesak anggota DPRD untuk turun langsung ke lapangan dan mendengar keluhan masyarakat. “Jangan hanya sibuk dengan agenda politik atau proyek tertentu. Saatnya DPRD membuktikan bahwa mereka benar-benar wakil rakyat, bukan hanya sekadar penghuni gedung dewan,” katanya dengan nada tajam.
Piki juga menegaskan bahwa sinergi antara pemerintah provinsi, kabupaten dan DPRD adalah kunci untuk menyelesaikan masalah ini. Karena status jalan memang sudah jadi jalan provinsi.
“Untuk itu Pemkab Lima Puluh Kota harus bersinergi dengan pemerintah provinsi untuk memastikan perbaikan jalan ini segera dilakukan. Jangan saling abai dan lempar tanggung jawab. Masyarakat membutuhkan tindakan nyata, bukan alasan-alasan birokrasi,” ucapnya dengan tegas.
Sebagai aktivis muda, Piki Wahyudi menawarkan solusi konkret, yakni dengan memanfaatkan dana CSR dari perusahaan swasta dan melakukan evaluasi ulang terhadap prioritas anggaran pembangunan. “Pembangunan infrastruktur seperti ini seharusnya menjadi prioritas. Libatkan pihak swasta jika perlu, tetapi jangan biarkan masyarakat terus menderita,” katanya.
Masyarakat Nagari Galugua kini berharap besar pada pemerintah dan DPRD untuk segera mengambil langkah nyata. Kerusakan Jalan Sialang-Galugua tidak hanya menyangkut kenyamanan, tetapi juga menyangkut keselamatan dan keberlanjutan perekonomian masyarakat.
Kini bola ada di tangan DPRD Provinsi Sumatera Barat, pemerintah provinsi dan Pemkab Lima Puluh Kota. Akankah mereka menjawab keluhan rakyat atau justru tetap lepas tangan? Masyarakat berharap jawaban mereka datang dalam bentuk aksi, bukan sekadar janji kosong. (*)