LIMA PULUH KOTA, HARIANHALUAN.ID — Tim gabungan dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) melakukan peninjauan langsung ke sejumlah titik di Kabupaten Lima Puluh Kota, Minggu (3/8/2025), guna memastikan tidak terjadi perusakan terhadap kawasan hutan konservasi.
Satgas PKH terdiri dari lintas instansi, yakni Kejaksaan Agung, Polri, TNI, Kementerian Pertahanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta lembaga teknis terkait lainnya.
Ketua Koordinator Satgas PKH, Hendri, mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil pemetaan terbaru, ditemukan empat titik kawasan hutan konservasi yang telah beralih fungsi di Lima Puluh Kota. Titik-titik tersebut berada di wilayah Situjuah, Lareh Sago Halaban, Hulu Aia, dan Pangkalan.
“Kawasan hutan konservasi dibabat dan dialihfungsikan menjadi lahan pertanian. Kami turun langsung ke lapangan untuk memastikan fakta ini dan melakukan penertiban,” ujar Hendri, yang juga merupakan perwakilan dari Kejaksaan Agung RI.
Di kawasan Situjuah, misalnya, ditemukan 136 hektare lahan hutan konservasi di lereng Gunung Sago yang telah digunakan warga untuk bertani cabai. Menanggapi hal tersebut, tim memasang plang peringatan dan larangan untuk tidak memiliki, mengolah, atau merusak kawasan tersebut.
“Pemanfaatan kawasan konservasi tanpa izin jelas melanggar aturan. Kami mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Warga dilarang memasuki kawasan konservasi tanpa izin, apalagi melakukan perusakan, penebangan, hingga menjual hasil hutan secara ilegal,” ucap Hendri.
Meski demikian, pemerintah memberikan toleransi terbatas. Lahan yang sudah terlanjur digarap akan diberikan kesempatan hingga masa panen selesai. Setelah itu, warga tidak diperkenankan mengolah kembali kawasan tersebut.
Ke depan, Satgas PKH bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) akan melakukan upaya pemulihan terhadap lahan yang rusak.
“Jika praktek perusakan hutan masih terus berlangsung, maka sanksi pidana bisa dikenakan kepada para pelaku. Ini menjadi perhatian serius bagi kita semua,” tutur Hendri. (*)