LIMA PULUH KOTA, HARIANHALUAN.ID– Bupati Safaruddin Dt Bandaro Rajo melantik kepengurusan Asosiasi Pokdarwis Kabupaten Lima Puluh Kota (Asapoldarwisliko) periode 2024–2028 pada Selasa (6/8/2024) lalu.
Pelantikan itu dilaksanakan bertepatan dengan penyelanggaraan rangkaian kegiatan Jambore Pariwisata se-Kabupaten 50 Kota yang dilaksanakan pada Selasa-Rabu, 6 sampai 7 Agustus 2024 lalu di kawasan Tempat Bermain Anak (TBA) Lembah Harau.
Tokoh Pengusaha Muda Sumatera Barat, Yogi Nofrizal mengingatkan pemerintah daerah untuk tidak lengah dan mengabaikan peran penting Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang selama ini telah menjadi ujung tombak penggerak ekonomi wisata hingga pelosok nagari.
Yogi Nofrizal menegaskan, komitmen pemerintah di segala tingkatan untuk terus menggelorakan Pembangunan Berbasis Komunitas (Community Development) di desa wisata, tidak boleh menjadi sekedar lip service saja.
“Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus kepada pokdarwis. Sebab, faktanya tidak banyak orang yang benar-benar mau berjuang untuk menggerakkan sektor pariwisata,” ujarnya kepada Haluan, Jumat (9/8/2024).
Tokoh muda asal Kabupaten Lima Puluh Kota ini menyebut, ada beberapa hal krusial yang seringkali terjadi di kelembagaan Pokdarwis Sumbar secara keseluruhan.
Diantaranya adalah soal minimnya kemandirian dan keberlanjutan. Situasi ini seringkali menyebabkan kepengurusan pokdarwis yang telah ada jadi mati suri sehingga potensi wisata lokal yang ada tidak lagi terkelola sebagaimana mestinya.
“Dengan pesatnya pertumbuhan desa wisata Sumbar, kondisi ini perlu diapresiasi. Kalau perlu pokdarwis harus disokong dengan penganggaran yang cukup dari aparatur nagari,” ucap Yogi Nofrizal.
Menurut Owner Rantau Tekstile ini, pemerintah mulai dari tingkat nagari harus punya formulasi program yang jelas dalam upaya menciptakan kemandirian pokdarwis secara bertahap. Jika memungkinkan, arah gerak langkah pokdarwis harus diselaraskan dengan Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes.
“Nah, ini yang sepertinya masih jarang terlihat. Pokdarwis jalan sendiri. Begitupun dengan BUMDes. Padahal keduanya sama-sama dibawah naungan pemerintah desa, kenapa gerak langkah keduanya tidak disinergikan dan dikolaborasikan saja,” ucapnya.
Yogi menilai, dari sekian banyak BUMDes yang bertumbuh di Sumbar saat ini, hanya sedikit BUMDes yang benar-benar berani terjun ke bidang bisnis pariwisata. Padahal dengan potensi yang ada, peluang itu jelas terbuka lebar.
Hal ini, kata Yogi Nofrizal, mengindikasikan kelembagaan pokdarwis dan BUMDes masih berjalan sendiri-sendiri. Akhirnya keberlanjutan pokdarwis yang tidak mendapatkan kucuran dana desa tentu akan sangat rawan.
“Untuk itu, demi menjaga prinsip pariwisata berkelanjutan Sumbar, pemerintah desa, harus berani memberikan pokdarwis suntikan dana usaha. Jika proses pendampingan dilakukan secara benar dan profesional, saya yakin cepat atau Lambat kelembagaan pokdarwis dengan sendirinya akan bisa mandiri membiayai dirinya sendiri,” pungkas Yogi Nofrizal. (*)