Dengan kolaborasi lintas sektor, termasuk dukungan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan Dinas Pariwisata, Dinas Perpustaan dan Pengarsipan Kota Padang Panjang, Festival Pamenan Minangkabau #2 bukan hanya panggung seni, tapi juga ajang pelestarian nilai-nilai Minangkabau yang hidup, tumbuh, dan diwariskan melalui seni dan permainan tradisional.
“Festival ini menjadi penanda kuat bahwa di tengah arus modernisasi, Padang Panjang tetap berdiri kokoh sebagai kota budaya, tempat perempuan dan pemuda diberi ruang untuk bicara melalui karya dan tradisi,” kata Afrizal Harun.
Pembukaan acara ini turut dimeriahkan dengan penampilan pembacaan puisi naratif berjudul Padusi di Rumah Gadang oleh Kurniasi Zaitun. Puisi tersebut dibawakan secara kolaboratif dan apik, dipadukan dengan tetarian Minangkabau.
“Bergaya dalam Basah”
Yang tak kalah menarik adalah penampilan peragaan busana bertema “Bergaya dalam Basah” dibawakan Qytara Handycraft. Kota Padang Panjang yang nyaris tak pernah benar-benar kering, jas hujan bukan lagi sekadar pelindung tubuh dari basah. Ia telah menjadi bagian dari ritme harian, gaya hidup, bahkan potensi artistik.
Dari realitas itulah, Desra Imelda menghadirkan karya busana jas hujan, sebuah eksplorasi kreatif terhadap fungsi jas hujan sebagai medium ekspresi gaya.
“Kota Padang Panjang, yang kerap dijuluki sebagai “Kota Hujan”, menjadi sumber inspirasi utama. Hujan di sini bukan gangguan, tapi bagian dari keseharian yang memantik gagasan. Di tengah dominasi jas hujan berdesain standar dan monoton di pasaran, karya ini mencoba membalik pandangan: bagaimana jika jas hujan tak hanya fungsional, tapi juga modis dan estetik,” kata Desra Imelda, desainer busana kepada pers, usai tampil.
Desain “Bergaya dalam Basah” memadukan elemen dari beragam gaya busana dari feminine romantic dan classic elegant hingga exotic dramatic dan casual. Hasilnya adalah busana yang tetap nyaman dan tahan air, namun juga tampil penuh karakter dan daya tarik visual. Karya ini menunjukkan bahwa bahkan dalam hujan deras, seseorang tetap bisa tampil anggun dan percaya diri.
Lewat karya ini, Qytara Handycraft tidak hanya menghadirkan busana, tapi juga visi: menjadikan Padang Panjang sebagai pusat produksi jas hujan artistik di Indonesia. Di mana fungsionalitas dan keindahan tak harus saling meniadakan, melainkan bisa berjalan beriringan, seperti hujan dan langkah yang tetap bergerak.
Pembukaan Festival Pamenan Minangkabau #2 ditandai dengan penabuhan gendang oleh Wako Hendri Arnis bersama Femmy dari Budaya Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Sumatera Barat Kementerian Kebudayaan RI, Sekretaris Daerah Kota, Sonny Budaya Putra, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI), Febri Yulika, Ketua TP-PKK Kota, Maria Feronika Hendri, Ketua DWP, Sri Hidayani Sonny, Afrizal Harun, Direktur Festival. Pembukaan resmi juga diiringi dengan dentuman empat mariam batuang. Seribuan penonton menyaksikan dengan riang bahagia FPM#2, iven seni partisipasi rakyat yang memanfaatkan ruang publiknya ini.
Usai pembukaan, rombongan bersama-sama mengunjungi ruang pamer arsip seni pertunjukan dan sejarah teater di Sumatera Barat secara visual. (*)