Balai Bahasa Provinsi Sumbar Gelar FTBI, Lestarikan Budaya Pertahankan Identitas Bangsa

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Balai Bahasa Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menggelar Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) pada 16-17 Desember 2024 di Hotel ZHM Premier dan melibatkan sebanyak 19 kabupaten/kota yang ada di Sumbar.

Agenda tersebut sebagai ruang bagi anak muda untuk tetap melestarikan budaya dan mempertahankan identitas bangsa. Festival tersebut dibuka langsung oleh Penanggung Jawab (Pj) Wali Kota Padang Andree Algamar.

Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi kepada Balai Bahasa Provinsi Sumbar karena telah berinisiatif menggelar FTBI guna mempertahankan identitas bangsa.

“FTBI merupakan salah satu upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) dalam menjaga, melestarikan, mengembangkan serta memperkenalkan budaya daerah kepada tunas-tunas bangsa. Jika budaya yang ada tidak dilestarikan, maka mereka akan tergerus oleh zaman dan kemudian generasi muda yang akan datang bisa jadi tidak lagi bisa mempertahankan bahkan tidak bisa mengenal apa itu budaya daerah,” ujar Andree Algamar.

FTBI, sambungnya juga merupakan ajang untuk memaksimalkan kemampuan anak-anak bangsa untuk terus mengembangkan budaya sehingga budaya yang ada di Sumbar, selain bisa dipertahankan juga bisa dikenal hingga kancah internasional sehingga tidak mudah diklaim oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab.

“Budaya daerah kita termasuk Bahasa Ibu tidak boleh dilupakan oleh generasi yang akan datang. Kita mendorong anak muda mulai dari anak-anak untuk memahami bahwa, Bahasa Ibu adalah identitas. Di tahun 2045 nanti, kita berharap, anak-anak Indonesia sudah mahir berbahasa asing namun tetap pandai bertutur bahasa daerah masing-masing,” kata Andree.

Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumbar, Eva Krisna mengatakan FTBI merupakan puncak dari kegiatan revitalisasi bahasa daerah dengan mengundang guru master di tingkat SD dan SMP yang berasal dari 19 kabupaten/kota.

“Ada lima jenis perlombaan yang akan kita laksanakan, diantaranya lomba membaca cerita rakyat, lomba berdendang, lomba menulis pantun, lomba pidato adat, dan lomba menulis cerita rakyat. Lima jenis lomba ini merupakan bentuk karya sastra yang sebelumnya sudah diajarkan di sekolah oleh para guru. Ini dilakukan secara bertingkat, mulai dari lomba antar sekolah, tingkat kabupaten/kota, dan tingkat provinsi,” ujar Eva.

Penilaian pada lomba tersebut, sambung Eva dilakukan oleh para penyusun program, para ahli bahasa, akademisi, praktisi serta pihak pemangku adat yaitu Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) serta para penulis andal di bidangnya masing-masing.

“Pemenang dalam perlombaan FTBI tingkat SD dan SMP ini akan maju sebagai perwakilan Sumbar di kancah nasional yang diadakan oleh badan bahasa,” tuturnya.

Ajang unjuk bakat tersebut, ujarnya mendapatkan respon positif dan rasa antusiasme yang cukup tinggi dari sekolah-sekolah dan keluarga para peserta karena pada dasarnya, lomba tersebut merupakan ajang untuk menunjukkan kepiawaian dan keterampilan anak dalam bahasa daerah.

“Kita berharap, kegiatan ini menjadi salah satu kekuatan untuk anak-anak kita agar mampu mempertahankan dan melestarikan bahasa daerah. Kita berharap, anak-anak inilah yang akan melestarikan bahasa Indonesia melalui bahasa daerah karena pada dasarnya, kita berpegang pada Trigatra Bangun Bahasa yaitu Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, melestarikan bahasa daerah serta menguasai bahasa asing. Urutan ini tidak boleh diubah,” tutur Eva.

Ia mengatakan, penutur bahasa daerah semakin hari semakin berkurang terlebih lagi di kalangan tunas-tunas bangsa yang notabenenya mesti disirami dengan baik dengan budaya daerah.

“Kita seringkali lupa mengajarkan Bahasa Ibu kepada anak-anak, sebut saja mereka tunas-tunas bangsa. Mestinya, disamping bertutur bahasa Indonesia yang baik dan benar, anak-anak juga diajarkan berbahasa ibu. Ini demi mempertahankan identitas kita, jika tidak diajarkan, bisa jadi beberapa tahun lagi, tunas-tunas tersebut tak lagi mengenal bahasa daerahnya masing-masing,” ucapnya. (*)

Exit mobile version