Kisah Ibu Badut Jalanan: Di Balik Topeng, Ada Air Mata dan Harapan

Laporan : FARDIANTO

Di tengah keramaian jalanan Kota Padang, seorang perempuan berdiri dengan kostum badut yang cerah dan penuh warna. Wajahnya tersembunyi di balik topeng badut, senyumnya dipaksakan agar terlihat ceria di depan khalayak ramai.

Di balik topeng itu, ada seorang ibu yang sedang berjuang untuk memberikan kehidupan yang layak bagi anaknya yang masih kecil. Namanya Maya (31 tahun), seorang ibu muda yang setiap hari menelusuri di setiap jalanan Kota Padang dengan mengenakan kostum badutnya.

Setiap pengendara yang lewat, dirinya langsung beraksi menyapa dengan menggerakkan kedua tangannya, layaknya menyapa dengan penuh harapan. Sementara tampak di lehernya tergantung celengan yang dibalut tas rajut mengiringi perjalanan menjadi seorang badut nan ceria.

Dalam balutan kostum badut yang cerah dan penuh warna itu, ia berusaha menyuguhkan keceriaan kepada orang-orang yang lewat. Di balik topeng badutnya, tersembunyi air mata dan kisah hidup penuh perjuangan yang jarang diketahui banyak orang.

Maya bukanlah badut biasa. Ia adalah seorang ibu dari empat anak yang berjuang dengan kerasnya hidup demi keluarga tercinta. Pekerjaannya sebagai badut jalanan bukanlah sebuah pilihan, melainkan suatu keharusan untuk menyambung hidup.

Sejak tahun 2021, Maya harus turun ke jalan demi menghidupi anak-anaknya dan melunasi hutang yang terus menghimpitnya.

“Saya jadi seorang badut sejak 2021. Untuk mencukupi kebutuhan ke empat anak saya dan kebutuhan sehari-hari, dan bayar hutang. Saya jadi badut pindah-pindah di jalan-jalanan padang,” ujar Maya kepada penulis, Rabu (8/1) kemarin.

Terlihat Maya bersama ketiga anak-anaknya selalu menemani mencari rezeki di persimpangan jalan Jhoni Anwar 1 menuju Jalan S. Parman, Ulak Karang Utara, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang. Mereka berusia 7 tahun, 6 tahun dan 3 tahun, sedangkan anak bungsunya berusia 5 bulan selalu dititipkan ke panti asuhan.

“Anak saya ada empat. Tiga anak selalu ikut saya, dan bungsu terpaksa dititipkan ke panti asuhan, karena tidak ada yang merawat di rumah. Pagi diantar ke panti asuhan, dan sore pulang jadi badut dijemput. Begitulah kehidupan sehari-hari demi keberlanjutan hidup,” kata Maya warga Ampang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang itu.

Sambil tersenyum, Maya menceritakan bahwa penghasilan dari profesi sebagai badut cukup untuk membantu kebutuhan sehari-hari. Dalam satu hari bisa mengumpulkan 60-70 ribu rupiah.

Ia pun bersyukur, karena dengan usahanya itu dapat membantu suaminya memenuhi kebutuhan keluarga, yang bekerja melaut. Sambil menemani ibunya bekerja, dua anaknya duduk persis disamping ibunya yang sesekali melambaikan tangan kepada setiap pengendara yang melintas.

Sementara satu anak tertidur dipinggir jalan dengan kursi roda atau Baby Walker miliknya. Setiap hari Maya harus berjibaku menggunakan kostum badut, walaupun peluh keringatnya bercucuran di badan, belum lagi nafasnya yang sengal-sengal karena seluruh tubuh mulai dari kepala hingga kaki tertutup dengan kostum badut.

Ia berharap orang lain tidak memandang sebelah mata profesinya meskipun harus membawa anak-anaknya ke jalanan. Ketika ditanya keinginan dan cita-cita anaknya, mereka terdiam seakan malu.

Maya tidak menginginkan apapun, namun tidak dengan anaknya yang harus mengorbankan masa kecilnya yang seharusnya dipenuhi dengan bermain dan belajar tanpa beban.

“Ketika anak-anak minta jajan, kadang saya hanya bisa bilang tunggu dulu. Hatiku hancur, tapi aku hanya bisa bersabar,” kata Maya sambil menyeka air mata.

Ia tahu bahwa anak-anaknya seharusnya menikmati masa kecil dengan bermain dan belajar, bukan menemani ibunya bekerja di jalanan. Namun, keadaan memaksanya untuk membawa mereka karena tidak ada orang yang bisa menjaga di rumah.

Kisah Maya adalah contoh nyata betapa kuatnya tekad dan semangat dalam menghadapi tantangan hidup. Semoga perjuangannya dapat menginspirasi kita semua betapa sulitnya jalan yang harus dilalui untuk pantang menyerah. Meskipun wajah ceria batin tersiksa. (*)

Exit mobile version