“Lulusan SMK itu sangat potensial. Tetapi sulit diterima di pasar kerja skala nasional. Kalau perguruan tinggi masih bisa, tapi SMK seharusnya terserap di daerah. Sayangnya, jurusannya tidak cocok dengan kebutuhan lokal,”katanya.
Untuk mengatasi masalah ini, Konsorsium Vokasi bersama Tim Koordinasi Daerah Vokasi (TKDV) tengah berupaya menyinergikan program pendidikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Salah satunya dengan memasukkan karakter pariwisata halal khas Sumbar ke dalam kurikulum.
“Kalau bicara pariwisata Sumbar, tentu tidak bisa dilepaskan dari filosofi ABS-SBK, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Tapi ini jangan sekadar slogan, harus masuk ke bahan ajar agar ada diferensiasi,” katanya.
Meski begitu, Nurul menyayangkan masih adanya stigma bahwa pendidikan vokasi adalah jalur kelas dua. Padahal, ia menegaskan lulusan vokasi memiliki porsi praktik lebih besar dibanding pendidikan reguler.
“Komposisi vokasi itu 70 persen praktik, 30 persen teori. Jadi sebenarnya lebih siap kerja. Tapi masyarakat masih menganggap vokasi pilihan kedua,” ucapnya.
Melalui TKDV, pihaknya menekankan pentingnya kolaborasi pemerintah, dunia usaha, dan dunia industri untuk membentuk ekosistem pendidikan vokasi yang benar-benar menjawab kebutuhan daerah.
“Fungsi TKDV ini bukan sekadar mencocokkan kebutuhan, tapi merancang kurikulum bersama. Kalau ini berhasil, angka pengangguran di Padang maupun Sumbar bisa ditekan,” tuturnya. (*)