PADANG, HARIANHALUAN.ID —Tiga laporan hasil pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat tahun 2025 membuka tabir rapuhnya tata kelola pelayanan publik di Kota Padang.
Mulai dari pengelolaan data penerima bantuan sosial, pengaturan pedagang pasar, hingga layanan kesehatan di rumah sakit daerah — semuanya menyisakan jejak maladministrasi yang mencoreng komitmen pemerintah terhadap asas keadilan dan transparansi.
Laporan Hasil Analisis yang dirilis Ombudsman RI Provinsi Sumatera Barat Jumat 7 November 2025 menyingkap fakta menyedihkan.
Ombudsman menemukan banyak warga miskin di Padang kehilangan hak atas bantuan sosial setelah peralihan sistem dari DTKS ke DTSEN. Rakyat miskin tersingkir dari data Bantuan Sosial negara.
Keluhan datang karena ribuan keluarga tiba-tiba terhapus dari daftar penerima, keluar dari desil 1–5, tanpa ada informasi resmi dari Dinas Sosial Kota Padang.
“Peralihan sistem dilakukan tanpa sosialisasi yang layak. Masyarakat dan pelaksana di lapangan kebingungan menghadapi mekanisme baru,” tulis Ombudsman dalam laporan hasil analisisnya.
Minimnya komunikasi antarlembaga seperti Dinas Sosial, BPS, dan Disdukcapil, serta belum diperbaruinya SOP dan standar pelayanan, disebut sebagai akar maladministrasi.
Ombudsman mendesak Pemko Padang menandatangani akta Integritas antarinstansi, menyusun modul edukasi bagi aparat kelurahan dan masyarakat, serta membuka jalur partisipatif melalui aplikasi Cek Bansos agar warga tidak lagi jadi korban sistem yang gelap.
Laporan kedua Ombudsman menyoroti Dinas Perdagangan Kota Padang yang kembali tersandung maladministrasi serius.
Kepala Dinas Perdagangan dan Kepala UPTD Pasar Belimbing dinyatakan terbukti melakukan penundaan berlarut dan penyimpangan prosedur dalam menindaklanjuti permohonan pedagang terkait pemanfaatan kios pengganti.
Ombudsman menyebut kedua pejabat itu membiarkan seseorang menempati kios tanpa dasar hukum yang sah, sementara pedagang lain dibiarkan menunggu tanpa kepastian.
“Ini bentuk nyata pengabaian kewajiban hukum dan pengkhianatan terhadap keadilan publik,” tegas lembaga pengawas tersebut.
Ombudsman merekomendasikan agar toko tersebut segera ditarik kembali dan diberikan secara adil sesuai mekanisme Perwako Nomor 7 Tahun 2022.
Kekacauan serupa juga ditemukan di Pasar Raya Padang, di mana penertiban PKL dilakukan tanpa data yang lengkap dan tanpa mekanisme pengaduan formal.
Kendati Wali Kota telah menerbitkan SK baru yang merelokasi pedagang ke basement Pasar Raya Fase VII, Ombudsman menilai pengawasan tetap lemah dan cenderung administratif semata
Lebih mencengangkan, dalam laporan ketiga Ombudsman menemukan penyimpangan prosedur di IGD RSUD dr. Rasidin Padang terkait penanganan pasien bernama Desi Erianti.
Petugas medis yang bertanggung jawab diketahui tak memiliki sertifikat kegawatdaruratan yang masih berlaku, sementara rekam medis pasien belum terintegrasi secara elektronik — padahal kewajiban tersebut telah diatur dalam Permenkes Nomor 24 Tahun 2022.
Ombudsman juga menemukan minimnya sistem keamanan di IGD, termasuk tidak tersedianya CCTV pada titik vital pelayanan. Kondisi ini dinilai membahayakan keselamatan pasien dan melanggar prinsip dasar pelayanan kesehatan.
Lembaga itu merekomendasikan agar Wali Kota Padang memberikan sanksi tegas kepada petugas medis yang lalai, serta memerintahkan audit menyeluruh terhadap kompetensi tenaga medis dan sarana-prasarana RSUD dr. Rasidin.
Rangkaian temuan ini memperlihatkan pola sistemik. Indikasi rokrasi yang tertutup, pejabat yang abai, dan masyarakat yang selalu menjadi korban.
Ombudsman menegaskan bahwa maladministrasi bukan sekadar soal teknis, tetapi cermin dari krisis integritas dalam tubuh pemerintahan.
“Ketika hak dasar warga diabaikan, ketika pejabat tidak bertanggung jawab, maka negara sedang gagal hadir untuk rakyatnya,” tegas laporan itu. (*)














