“Jangan sampai tidak hadir. Kami tidak mau seperti itu. Kalau kita berkomitmen 10 hari ke depan bertatap muka di sini (Rumah Gizi “Santiang”), maka dari sekarang sampai 10 hari ke depan, 28 baduta ini harus hadir setiap hari di sini. Karena, setelah Rumah Gizi “Santiang” ini di launching, akan ada berbagai kegiatan dilakukan yang tujuannya untuk penanganan stunting,” ujarnya.
Berbagai kegiatan penanganan stunting yang diadakan di Rumah Gizi “Santiang” ini, sebut Srikurnia, di antaranya penyuluhan tentang gizi untuk balita, penyuluhan tentang kesehatan gigi balita, penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan pemantauan berat, tinggi badan dan kesehatan balita. “Berbagai kegiatan ini melibatkan dokter, bidan dan tim gizi dari Puskesmas Pauh,” katanya.
Masalah stunting, kata Srikurnia melanjutkan, disebabkan bukan hanya karena asupan gizi balita. Masalah PHBS, pola asuh ibu kepada anaknya dan cara pemberian makanan dan ketidakpahaman ibu terkait masalah gizi seimbang juga menjadi penyebab terjadinya stunting. Namun begitu, dia menyampaikan bahwa masalah gizi seimbang bukan berarti mahal.
“Masalah stunting bukan hanya disebabkan oleh faktor ekonomi. Ini masalah anak-anak masa pertumbuhan butuh protein tinggi, seperti nabati dan hewani. Kalau nabati tidak harus mahal, tahu dan tempe itu nabati. Kemudian hewani itu, telur dan daging, agar tidak terjadinya stunting, ibu-ibu harus bisa mengolah nabati dan hewani menjadi makanan yang enak dikonsumsi oleh balita kita,” katanya.
Pada kesempatan itu, Srikurnia juga berharap agar generasi remaja sekarang ini, ke depan harus melek dengan pengetahuan tentang stunting dan apa penyebabnya. Karena, selain masalah asupan gizi yang kurang serta tidak menerapkan pola PHBS, faktor lain penyebab stunting adalah soal siklus hidup generasi remaja. Misalnya, apakah remaja menderita anemia atau tidak.
Ketika akan menikah, ELSIMIL atau aplikasi skrining dan pendampingan untuk calon pengantin dipahami calon pengantin atau tidak. ELSIMIL itu sangat penting dalam mengedukasi calon pengantin. Sebab, 70 persen setelah menikah mereka pasti hamil. Dan tentunya remaja sekarang ini, khususnya remaja putri, diharapkan paham bagaimana siklus hidup setelah menikah.