Oleh : Edy Yasmahadi
PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID- Belum lama ini Bupati Padang Pariaman, John Kenedy Azis melakukan pengguntingan pita tanda diresmikannya nama jalan menuju Dama Limpauang dengan nama, Jalan Ismael Wahid. Jalan yang dibangun mengunakan dana pribadi, Yusneti Ismael yang juga putri almarhum Ismael Wahid itu panjangnya 1,6 KM. Jalan ini adalah satu-satunya akses menuju Bukit Dama Limpauang.
Namun ada yang lebih menarik untuk ditelisik. Bukan soal bupati yang meresmikan atau soal kenapa nama jalannya disebut Jalan Ismael Wahid. Hal ini bermula dari romantika kehidupan almarhum Ismael Wahid muda di awal tahun 1970 an. Ismael yang kala itu berusia sekitar 30 tahun memboyong istrinya Darmani ke Dama Limpauang yang merupakan lahan keluarga Ibu Ismael.
Tidak mudah memang, Dama Limpauang kala itu masih hutan belantara jalan menuju kesanapun jalan setapak melalui semak belukar. Disana belum ada apa-apanya. Di Dama Limpauang, Ismael membuat gubuk pohon untuk berteduh sekaligus sebagai rumah tempat tinggal keluarganya. Untuk menghindari serangan binatang buas gulang-gulang (pondok) tingginya dibangun mencapai tiga meter dari tanah, memang aman dari serangan binatang buas namun tragisnya, karena ketinggian itu pula yang menyebabkan anak perempuannya meninggal karena jatuh dari ketinggian.
Dari hari-kehari, Ismael bersama istrinya bekerja keras menggarap lahan menanam apa saja mulai dari tanaman palawija, pisang, tebu dan tanaman keras seperti kopi durian, casiavera dan lain-lainnya, meski demikian kondisi ekonomi keluarga Ismael tidak juga berubah setiap hari lebih banyak kekurangannya bahkan seperti yang disampaikan putrinya Yusneti, untuk makan saja sangat susah setiap hari mereka makan rebus pisang pengganti nasi karena tak ada beras, kalaupun ada itupun sehari atau dua hari dalam seminggu, ibunya tak pernah mengeluh atau mengeluarkan air mata meski kehidupannya sangat miskin dan letih bekerja keras. Semangatnya tetap menyala, kebahagiaan tetap terpancar dari raut wajahnya, begitu juga sang ayah, selalu ceria.
Sekali waktu ayahnya, Ismael ikut mempelopori berdirinya grub Band Palak Kopi bersama teman temannya, Ismael cukup handal dalam olah vokal sebagai penyanyi. Wajar kalau kemudian bakat itu menurun kepada Samsir DM, kakak tertua Yusneti.
“Kami bangga menjadi anak-naknya, ia pekerja keras bahkah hingga akhir hayatnya 2016 lalu ia selalu menjadi yang terbaik dalam hidup kami,”kata Yusneti menahan tangis saat menceritakan kisah masa kecilnya yang sangat memilukan.
Ia sadar Allah menguji keluarganya, namun jujur ia tidak dendam dengan kondisi itu. Duka silih berganti menghimpit keluarga Ismael, anak ketiganya meninggal karena jatuh dari ketinggian begitu juga anak ke empatnya yang hanyut terbawa arus sungai Batangtiku, meski sempat dikejar oleh almarhum Samsir,DM, putra pertamanya, namun nyawanya tak tertolong.
Deraan duka yang silih berganti itu membuat Yusneti kecil bertekad untuk bangun dari keterpurukan. Ia yakin suatu ketika dirinya akan berdiri tegar menghadang dunia yang kejam ini. Ia akan bangkit Mambangkik Batang Tarandam.
Atas penderitaan yang dialami ibunya Darmani, ia bertekad keadaan harus berubah, cukup sudah beban berat yang dipikul ibu, bahunya sudah melemah menahan beban hidup. “ Aku harus membahagiakan ibuku, ” desah Yusneti. Benar apa yang dikatakan Buya Hamka, “kesabaran dan keiklasan dalam menerima cobaan hidup merupakan tangga menuju berkah dan kesuksesan,”ucapnya.
Seiring dengan perjalanan waktu, nasib membawa Yusneti menjejakkan kakinya di ibu kota Jakarta, kota yang menjanjikan kata sukses menjadi impian Yusneti.
Di metropolitan inilah Allah menepati janjinya kepada orang-orang yang sabar dan ikhlas. Berkat ketekunan dan niatnya, Yusneti terus merangkak meraih sukses sedikit demi sedikit kegetiran hidup yang selama ini menghimpit ayah dan ibunya ia balas dengan pengabdian sebagai seorang anak. Berkat janji Allah pula tak ada lagi rasa lapar, perih dan derita yang menguras duka dan air mata.
Yusneti yang dulu tertatih-tatih dalam selimut duka kini bangun dengan semangat membangun dirinya menjadi satu diantara wanita minang yang mencapai sukses menempatkan dirinya menjadi salah satu perempuan minang yang sukses. Ia menyadari keberhasilan yang ia raih adalah berkat anugrah Allah serta bimbingan banyak orang. Selain orang tuanya, ada Pak Aciak Haji Sagi, Mamaknya H Dulhadi dan banyak yang lainnya yang selalu mendukungnya.
Saat ini Yusneti yang dipanggil dengan gelar kesayangan orang tuanya si kueh itu menjadi branding nama baru bukit Dama limpauang.
Si Kueh berjanji akan senantiasa memperhatikan tanah tempat ia dilahirkan itu. Kini, keinginan yang dulu terkubur di hatinya ia wujudkan, Yusneti menginfakkan sebahagian rezkinya untuk membangun tanah tempat ia dilahirkan.
Dama Limpauang yang dulu hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki bejam-jam kini bisa dicapai dalam waktu lima belas menit. Tak hanya dengan kendaraan roda dua kendaraan roda empat pun dapat mencapai puncak Dama Limpauang yang terletak di kaki penggunungan Malintang itu.
Yusneti berencana membangun villa di atas puncak yang memang memiliki pesona alam yang indah karena berada pada ketinggian 325 MDPL dengan udara sejuk serta alam yang asri kelak Dama Limpauang ia harapkan bisa menjadi daerah tujuan wisata di Kecamatan IV Koto Aur Malintang.
Bermitra dengan warga yang ada di ranah ia yakin tak tak ada kemiskinan meski di puncak gunung sekalipun. “ Mari kita bangun diri kita dan negeri ini bersama sama,” kata Yusneti yakin. (*)