Masjid Raya Kota Pariaman, Berdiri Sejak Tahun 1879 Namun Bentuk Aslinya Tetap Dipertahankan

PARIAMAN, HARIANHALUAN.ID — Masjid Raya Kota Pariaman yang berada di Kampung Perak Kota Pariaman ini merupakan salah satu masjid tertua di Kota Tabuik itu. Dimana masjid itu didirikan Syeikh Muhammad Jamil salah seorang tokoh pengembangan Tarekat Naqsabandiyah di Pariaman pada saat itu.

Masjid Raya Pariaman ini didirikan pada 15 Oktober 1879 dibangun bersama anak nagari Pasa. Nagari Pasa sendiri terdiri dari Korong Lohong, Korong Pasia, Korong Kampuang Perak dan Korong Karan Aua. Proses pendirian masjid ini mencapai 4 tahun lamanya.

Bahan yang digunakan sebagai tiang utamanya adalah kayu yang dibawa langsung dari Pesisir Selatan, sementara bahan baku utama bangunannya batu karang yang diambil di lautan ditutupi batu kapur sebagai pengganti semen.

Sejak awal pendiriannya hingga saat ini, pengurus sepakat masjid ini harus mempertahankan bentuk aslinya. Hanya ada penambahan teras masjid untuk menampung jamaah yang selalu penuh saat Ramadan.

Masjid ini juga dilengkapi madrasah MTI yang juga dilengkapi dengan asrama. Saat ini Masjid Raya Kota Pariaman ini menjadi pusat belajar mengaji bagi anak-anak di Pariaman.

Masjid yang berlokasi di pusat Kota Pariaman di masa lalu terkenal dengan Surau Pasa beralamat di Jalan Syeikh Muhammad Jamil Kampung Perak Kota Pariaman.

“Masjid ini pada masa lalunya pusat pengembangan Tarekat Naqsabandiyah di Pariaman. Muridnya tak hanya berasal dari Pariaman, namun dari berbagai daerah lain di Sumbar bahkan Malaysia,” kata Pengurus masjid Raya Pariaman Amhar Jamil di Pariaman. 

Amhar menyebut, Syech Muhammad Jamil sendiri yang langsung mengajari murid-muridnya tersebut. Jumlahnya ribuan orang, sebagian besar murid-murid Syech Muhammad Jamil juga telah menjadi ulama ditanah kelahiran mereka masing-masing.

Syech Muhammad Jamil sendiri ulama besar di Kota Pariaman. Ia putra dari Wahab dan ibunya bernama Tadu. Terlahir dengan nama Habibun lahir pada 10 November 1842. Saat usia 25 tahun, ia pertama kali menunaikan ibadah haji setelah itulah ia menyandang nama barunya Muhammad Jamil.

Ia belajar ilmu agama di IV Angkek Bukittinggi. Ia terus mengembangkan Ilmu Agama di Pariaman hingga akhir hayatnya. Syech M Jamil wafat 11 Februari 1928 saat berusia 88 tahun.

“Dalam kepengurusan masjid ini kemudian diturunkan kepada ayah saya, Muhammad Yusuf Jamil. Sebelum wafat, kakek saya berpesan agar kepengurusan masjid ini diserahkan kepada keturunannya agar terpelihara amalannya,” ujarnya.

Amanat ini terus terpelihara hingga Ia saat ini mendapat amanah sebagai pengurus Masjid Raya Kota Pariaman. Amhar menyebut, hingga saat ini saat pelaksanaan hari besar agama Islam masih melaksanakan tradisi lama.

Termasuk, pelaksanaan Salat Tarawih 23 rakaat dan membaca doa qunut saat Salat Subuh. Masjid ini juga masih menjadi tempat belajar anak-anak membaca Al-Qur’an mulai dari habis Salat Maghmrib dan Salat Isya. Meski disebut surau tuo, masjid ini tetap menjadi pilihan berbagai kalangan untuk melaksanakan ibadah. (hen).

Exit mobile version