LIMAPULUHKOTA, HARIANHALUAN.ID— 42 penghuni Lapas Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota mendapatkan pemotongan masa tahanan atau remisi HU RI ke-79 tahun.
Kepala LPKA Kelas II Payakumbuh Sahduriman mengatakan, sebanyak 42 dari 85 tahanan anak yang mendapatkan remisi remisi HU R, yaitu remisi dari 1 sampai 4 bulan.
“Anak binaan yang mendapatkan remisi kemerdekaan sebanyak 42 orang. Terdiri remisi 1 bulan sebanyak 29 orang, remisi 2 bulan sebanyak 8 orang, remisi 3 bulan sebanyak 4 orang dan remisi 4 bulan 1 orang,” ujarnya.
Ia menjelaskan kondisi hunian Lapas saat ini ditempati oleh narapidana perlindungan anak sebanyak 42 orang, narkotika 14 orang dan sisanya narapidana pencurian serta penganiayaan 10 orang.
Sementara, Bupati Limapuluh Kota Safaruddin Datuak Bandaro Rajo mengatakan, pemerintah memberikan penghargaan berupa remisi bagi narapidana dan pengurangan masa pidana bagi anak binaan yang telah menunjukkan kontribusi, prestasi, dan disiplin yang tinggi dalam mengikuti program pembinaan, serta telah memenuhi syarat administratif dan substantif yang telah diatur dalam ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
Pemberian remisi dan pengurangan masa pidana kepada warga binaan bukan semata-mata diberikan secara sukarela oleh pemerintah, namun merupakan sebuah bentuk apresiasi dan penghargaan bagi warga binaan yang telah bersungguh-sungguh mengikuti program-program pembinaan yang diselenggarakan oleh unit pelaksana teknis pemasyarakatan dengan baik dan terukur.
“Saya berpesan kepada seluruh warga binaan yang mendapatkan remisi dan pengurangan masa pidana pada hari Ini untuk menjadikan momentum ini sebagai sebuah motivasi untuk selalu berperilaku baik, mematuhi aturan yang berlaku, mengikuti program pembinaan dengan giat dan bersungguh-sungguh,”ujar Safaruddin.
Menurutnya, program pembinaan yang jalani narapidana saat ini merupakan sebuah sarana untuk mendekatkan narapidana kepada kehidupan masyarakat. Diharapkan bupati, aturan hukum dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, dapat terinternalisasi dalam diri narapidana dan menjadi bekal mental, spiritual dan sosial saat kembali ke masyarakat ataupun bebas saat menjalankan saksi hukum. (*)