Pola tanam yang dilakukan dengan menerapkan metode MTOT dalam budidaya padi dapat meningkatkan produksi padi dan mengurangi biaya produksi. Pola tanam ini dilakukan dengan bedeng-bedeng dan menggunakan jerami sebagai mulsa untuk menghambat pertumbuhan gulma.
Dikatakannya, sesuai dengan perkembangan dengan hasil yang melebihi dan banyak petani berminat, bahkan di Sungai Kayo Bayangada petani yang membuat terobosan tanpa setetespun pestisida dan sebutir pun pupuk kimia.
“Hasilnya sangat bagus, dengan diganti dengan pupuk cangkang telur yang bisa di buat sendiri. Manfaatnya ada mengandung kalsium yang cukup tinggi dan magnesium serta forfor, jadi sangat berfungsi untuk tanaman,” ujarnya.
Asmarmor mengatakan, pihaknya sudah mencoba di seluruh Pesisir Selatan, termasuk Dharmasraya dan Solok Selatan, ditemukan di lapangan perbandingan berdampingan antara MTOT dengan konvensional.
Hasilnya, jika dihitung konvensional paling besar satu rumpun batangnya kisaran 17-31 cm, sedangkan MTOT paling kecil 31 cm dan besar sampai 60 cm lebih, dan ini real ditemukan di lapangan.
“Artinya terjadi dua kali lipat. Apalagi daerah sawah yang tinagan atau sawah yang mengandung zat besi merusak dilakukan MTOT sangat bagus sekali. Hasilnya bisa dua kali lipat dibandingkan konvensional, 100 persen peningkatan, biasanya hasil sawah 1 karung di MTOT bisa 2 karung. Jadi MTOT hemat biaya, bersawah pokok murah,” ujarnya.
Untuk itu, ia berharap semakin banyak petani yang merasa terinspirasi dan bersemangat untuk terlibat dalam menerapkan basawah pokok murah dan ramah lingkungan atau MTOT ini, yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Saat ini, di Pesisir Selatan sudah 50 lebih hektare yang bersawah dengan MTOT, dengan 800 orang petani.