Lahan seluas 10 hektare yang semula tandus, kini kembali menjadi sumber kehidupan. Petani kembali bisa menebus sawah yang sempat tergadai, bahkan menyelesaikan utang piutang dalam lingkup suku dan keluarga.
Adrial juga menuturkan Hasil panen pun cukup memuaskan yakni sekitar 6 ton padi untuk setiap musim panen. Menariknya lagi, hasil panen dari lahan reklamasi ini justru menunjukkan kualitas yang lebih baik dibanding sebelumnya.
“Padi yang tumbuh lebih besar, bulirnya padat. Kami pakai bibit Batang Piaman, cocok sekali di sini,” jelas Adrial dengan penuh semangat.
Namun perjuangannya tersebut belum sepenuhnya usai. Tantangan seperti hama wereng dan ketergantungan pada air hujan masih menjadi masalah utama. Meski begitu, harapan tetap menyala di dalam usaha yang ia tekuni tersebut.
“Sawah ini tadah hujan. Jadi kami sangat berharap cuaca mendukung. Tapi dari segi rasa, padi kami tetap enak dan berkualitas. Kini, sawah-sawah yang dulunya hanya menyisakan kenangan tambang, telah kembali menjadi pusat kehidupan masyarakat. Dan lebih dari itu, mereka membuktikan bahwa kehancuran bukan akhir dari segalanya dan dengan semangat gotong royong, lahan mati pun bisa hidup kembali,” ucapnya. (*)