SOLOK SELATAN, HARIANHALUAN.ID — Ketika dunia menghadapi ancaman krisis iklim dan deforestasi yang kian meluas, sekelompok pemuda di Kabupaten Solok Selatan, memilih untuk bertindak. Mereka membentuk Kelompok Pecinta Alam Winalsa (KPA Winalsa), sebuah organisasi lingkungan yang berdiri sejak 3 Agustus 2000, dengan semangat menjaga alam dan memperjuangkan masa depan yang berkelanjutan.
Awalnya, langkah kecil mereka dipicu oleh kekaguman terhadap keindahan alam di Kecamatan Sangir. Namun kini, dua dekade kemudian, Winalsa telah menjelma menjadi agen perubahan yang bukan hanya diperhitungkan di tingkat lokal, tetapi juga mulai mendapat pengakuan regional. Mereka hadir sebagai inspirasi di tengah tantangan zaman.
Berdiri dari kesadaran kolektif generasi muda, KPA Winalsa membawa misi besar: menjadi garda terdepan dalam mitigasi perubahan iklim, memperlambat deforestasi, dan membangun ekonomi hijau. “Bagi kami, menjaga alam bukan hanya tentang hari ini, tapi tentang masa depan anak cucu kita,” ujar Ketua KPA Winalsa, Hendri Syarif, saat berbincang dengan Haluan kemarin.
Organisasi ini membangun perjuangannya di atas enam pilar utama: mitigasi pemanasan global, pencegahan deforestasi, pemberdayaan ekonomi hijau, ketahanan pangan berkelanjutan, pendidikan kritis, dan mitigasi bencana. Pilar-pilar tersebut menjadi arah perjuangan mereka dalam membangun hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Dalam program mitigasi pemanasan global, Winalsa aktif melakukan restorasi lahan kritis. Mereka memperkenalkan teknologi energi terbarukan seperti biogas dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) kepada masyarakat desa. Langkah ini tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga memperkuat kemandirian energi masyarakat.
Patroli hutan partisipatif menjadi bagian penting dalam strategi mereka mencegah pembalakan liar. Mereka juga menggagas skema perhutanan sosial berbasis kearifan lokal. Kolaborasi dengan masyarakat menjadi kunci dalam menjaga kawasan hutan agar tetap lestari.
Dalam ranah ekonomi hijau, KPA Winalsa menepis anggapan bahwa pelestarian alam harus berbenturan dengan kesejahteraan masyarakat. Mereka mengembangkan ekowisata berbasis konservasi, budidaya maggot untuk pengolahan sampah organik, dan penggunaan bioslurry dari limbah biogas untuk pupuk.