SOLSEL, HARIANHALUAN.ID – Ketua Umum HMI Solok Selatan, Juanda S. Jamhur, menuding pemerintah daerah (pemda) lalai mengawasi dan menindak aktivitas tambang ilegal di kawasan Hutan Lindung Muara Labuh. Ia menyebut, kerusakan ekologis yang kini terjadi adalah akibat pembiaran sistematis dan lemahnya penegakan hukum.
“Hutan lindung yang seharusnya menjadi benteng ekologis kini berubah jadi ladang eksploitasi liar. Ini bukan hanya soal rusaknya alam, tapi bukti kegagalan negara di tingkat daerah dalam melindungi lingkungan dan masyarakat,” kata Juanda dalam pernyataannya, Kamis (14/8/2025).
Menurutnya, tindakan pembiaran ini mencerminkan kelalaian nyata pemda, baik dari aspek pengawasan, penegakan hukum, maupun tanggung jawab moral. Padahal, secara hukum kewajiban pemda untuk melindungi hutan lindung sudah jelas diatur dalam berbagai undang-undang, seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Juanda mengingatkan, pasal-pasal tersebut secara tegas melarang perusakan hutan, mewajibkan pengawasan ketaatan lingkungan dan memberikan sanksi pidana hingga 10 tahun penjara, serta denda Rp5 miliar bagi pelaku tambang ilegal di kawasan hutan.
“Retorika pelestarian lingkungan dalam pidato dan dokumen perencanaan tidak ada artinya tanpa tindakan nyata. Pemda harus berani menindak tegas pelaku tambang ilegal, termasuk jika ada keterlibatan oknum internal,” ucapnya.
HMI menilai, kerusakan di Muara Labuh harus menjadi peringatan keras. Tanpa langkah konkret, ancaman terhadap ekosistem dan keselamatan warga akan semakin besar.
“Kelalaian ini bukan sekadar kesalahan administratif. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat konstitusi, rakyat dan generasi mendatang yang akan mewarisi bumi yang rusak akibat pembiaran hari ini,” tutur Juanda. (*)