Tradisi Goba-Goba, Kebahagiaan Masyarakat Bidar Alam Menyambut Idul Fitri

Para pemuda bergotong royong membuat pagar unik untuk persiapan tradisi Goba-goba di Bidar Alam, Kecamatan Sangir Jujuan, Solok Selatan, Senin (17/4). IST

SOLOK SELATAN, HARIANHALUAN.ID – Bunyi petasan terdengar menggelegar dari suatu bukit. Dan dari bukit lain, bunyi petasan juga berdentum keras, seakan membalas bunyian dari bukit sana.

Dari bukit itu pula, kembang api meluncur secara bertubi-tubi ke langit yang tinggi. Dan dari bukit yang lain itu pula, luncuran kembang apinya juga mengiringi. Pancaran kembang api yang terpancar seperti air mancur yang menari indah. Kembangnya seperti bunga yang merekah indah.

Ini bukanlah sekadar bermain petasan dan kembang api begitu saja. Ini adalah sebuah tradisi yang telah menjadi pamenan bagi anak-anak dan pemuda di Nagari Bidar Alam, Kecamatan Sangir Jujuan, Solok Selatan.

Bahkan tradisi bermain petasan dan kembang api ini tidak umum seperti yang sering kita lihat di malam hari. Tapi para pemuda Bidar Alam memainkannya di waktu menjelang Subuh. Tradisi unik inilah yang mereka namai dengan tradisi Goba-goba.

Tradisi Goba-goba merupakan tradisi menyambut lebaran dengan membuat pagar tinggi di bebukitan dan kemudian memainkan petasan dan kembang api di waktu Subuh saat hari raya Idulfitri tiba.

“Tradisi ini sudah menjadi turun temurun bagi kami. Tradisi Goba-goba ini dimainkan oleh para pemuda Bidar Alam. Untuk persiapannya tradisi Goba-goba mulai dilaksanakan 5 hari sebelum lebaran,” kata salah satu pemuda pegiat Bidar Alam, Vebri.

Vebri menceritakan, menjelang lebaran ini tradisi Goba-goba ini dalam persiapannya para pemuda akan berbondong-bondong pergi menyusuri hutan mencari bambu dan pohon kelapa.

“Bambu dan pohon kelapa yang kami kumpulkan selanjutnya kami rakit seperti pagar tinggi hingga 10 atau 20 meter. Dengan bergotong royong susunan bambu itu kami tegakkan di bukit di Bidar Alam. Lalu para pemuda lain juga membuatnya di bukit lain atau tepi sungai. Dan pohon kelapa kami buatkan menjadi badia-badia untuk petasan,” katanya.

Menariknya, pagar tinggi yang dibuat dari bambu itu juga dibuat dalam bentuk yang unik. Ada yang seperti pesawat, elang, nomor dan angka. Kemudian bambu yang telah dirakit itu akan diberikan lampu untuk penerangan di malam hari agar terlihat jelas dan indah bentuk pagar yang telah dibuatnya.

Setelah semuanya selesai, baik pagar dengan bentukan uniknya, badia-badianya, karbitnya, petasan, dan kembang api, maka selanjutnya tradisi Goba-goba siap dimainkan.

“Selepas takbiran barulah kami menunggu waktu pagi hari menjelang Subuh. Kami para pemuda dan masyarakat Bidar Alam akan berbondong-bondong membawa obor menuju bukit tempat pagar unik yang telah dibuat itu. Lalu tepat sekitar pukul 3 atau 4 pagi kami masyarakat memainkan tradisi Goba-goba ini,” jelasnya.

Duaarr, pagi itu tepat di Hari Raya Idulfitri tradisi Goba-goba menggelegar. Di bukit, tepian sungai, bunyi petasan dan kembang api saling membalas. Gemerlap lampu pagar unik yang dibuat terlihat indah dari kejauhan. Kebahagiaan masyarakat terpancar begitu senangnya menyambut Hari Raya Idulfitri sembari menikmati tradisi Goba-goba yang menjadi tradisi khas masyarakat Bidar Alam, Sangir Jujian yang telah turun temurun diwarisi.

Pekak bunyi petasan dan kembang api sama sekali tidak mengurangi kegembiraan masyarakat Bidar Alam. Bahkan momen itulah yang sesungguhnya menjadi kebahagiaan masyarakat menikmati tradisi Goba-goba atas kebahagiaan tak terhingga mereka menyambut hari kemenangan Hari Raya Idulfitri. (jum)

Exit mobile version