SOLSEL, HARIANHALUAN.ID — Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menyatakan bahwa pengembangan Kawasan Seribu Rumah Gadang, sebagai salah satu upaya pemajuan kebudayaan, harus memiliki pengelolaan yang optimal dalam mewujudkan sentra kebudayaan di Solsel.
Hal ini disampaikan Kepala BPK Wilayah III Sumbar, Undri di Solsel, Selasa (10/10). Ia mengatakan, untuk mewujudkan sentra kebudayaan tentu tidak cukup dengan cara melindungi dan merawatnya saja. Namun diperlukan pengembangan melalui pengelolaan yang terstruktur untuk menghidupkan Kawasan Seribu Rumah Gadang sebagai upaya pemajuan kebudayaan itu sendiri.
“Bila menyebut nama Solsel, maka yang terpatri dalam benak kita adalah Kawasan Seribu Rumah Gadang. Meski kita belum pernah menyambanginya. Dan brand ini telah tumbuh di kalangan masyarakat kita pada umumnya. Jadi tugas kita sebagai masyarakat bukan lagi mempromosikannya, tapi selanjutnya upaya untuk mengelolanya,” ujarnya.
Kawasan Seribu Rumah Gadang sendiri, kata Undri, ke depannya diharapkan dapat mengelola kawasan secara optimal berdasarkan tiga hal penting dalam penguatan pemajuan kebudayaan, yakninya identitas, edukasi dan hingga muaranya kepada kesejahteraan masyarakat.
“Dan untuk pengelolaannya kita harus memanfaatkan potensi-potensi yang ada. Kita harus didukung dengan narasi atau literasi, pengadaan galeri sebagai penguatan identitasnya, dan mengadakan berbagai kegiatan yang berbasis kepada masyarakat. Inilah yang harus menjadi daya jual KSRG ini untuk dapat dikelola dalam memajukan kebudayaan yang sebenarnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat setempat,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disparbudpora) Solsel, Pamil Ruskamdani dalam materi seminarnya menyampaikan, KSRG memiliki potensi besar yang bisa dikelola dalam pemajuan kebudayaan dan pariwisatanya. Dan itu membutuhkan kerja sama semua pihak untuk dapat mewujudkannya.
“Ada empat potensi yang bisa kita kelola untuk KSRG ini menjadi daya tarik kunjungan di Solsel, yaitu potensi ekonomi, potensi alam, potensi daya tarik budaya, dan potensi daya tarik sosialnya. Kita harus mampu menjual ini melalui narasi-narasi yang baik agar KSRG benar-benar menjadi peluang dalam meningkatkan kesejahteraannya,” katanya.
Dalam pengelolaan potensi ekonomi, ia melanjutkan, dapat berupa pengadaan homestay secara profesional, peningkatan UMKM, dan seterusnya yang bernilai ekonomis. Kemudian pada potensi alam dapat berupa atraksi wisata berbasis alam dalam suatu kegiatan. “Kalau potensi daya tarik budaya, tentu kita memanfaatkan kearifan lokal KSRG dan melaksanakan festival-festival berbasis masyarakat. Dan pada potensi daya tarik sosial itu berupa pelayanan dengan gaya sosial kita sebagai masyarakat Minangkabau di KSRG ini,” ujarnya.
Ketua Lembaga Kerapatan Adat dan Alam Minangkabau (LKAAM) Solsel, Attila Majidi juga menanggapinya secara positif. Dalam hal mendukung pengelolaan KSRG dalam pemajuan kebudayaan, pihaknya bersedia menguatkan capaian itu dengan mengadakan diskusi dan pelatihan lebih lanjut.
“Saya menanggapi hal ini dengan positif, bahwa memanfaatkan potensi yang kita miliki pada KSRG kita perlu pengelolaan bertahap dan menyasar sektor-sektor yang tepat, baik dari individu maupun dari kelompok masyarakat,” katanya. (h/mg-jum)