“Sebanyak 500 hektare ini bisa lebih juga, tergantung persyaratan yang dipenuhi. Satu hektarenya akan dibantu sebanyak Rp30 juta. Nah, nantinya akan diupayakan menjadi Rp60 juta perhektarenya, tapi disertakan dengan tumpang sari tanaman pangan, misalanya padi gogo atau jagung,” ucapnya.
Terkait hal itu, pihaknya menyatakan saat ini sudah ada 50 hektare PSR, yang masuk ke tahapan rekomendasi teknis (rekomtek) di Kementan RI, sementara yang sedang diusulkan lagi sekitar 229 hektare.
“Yang sudah rekomtek 50 hektare, yang sedang diproses usulannya ada 229 hektare lagi dan itu yang berhak mengajukan adalah kelompok tani, gabungan kelompok tani atau juga koperasi,” ujarnya.
Pamigo diyakini bisa menjadi solusi untuk petani sawit skala kecil di Solok Selatan. Hal ini akan berperan besar pada hilirisasi hasil perkebunan sawit rakyat, yang luasan lahannya selalu mengalami peningkatan setiap tahun di Kabupaten Solok Selatan.
Dengan potensi tersebut, berondolan buah sawit masyarakat bisa terjual dengan mahal, karena baik pengelolan dan pemanfaatannya bisa diakomodir langsung oleh masyarakat dalam bentuk koperasi atau kelembagaan pekebun, berkolaborasi dengan instansi daerah terkait.
Saat ini, Dinas Pertanian Solsel Bidang Perkebunan sedang merampungkan beberapa persyaratan utama pengadaan pamigo, beberapa diantaranya seperti legalitas lahan pembangunan, perizinan hingga pernyataan ketersediaan bahan baku TBS sekurang-kurangnya 1.800 ton/tahun.
Untuk diketahui peluncuran pamigo bukanlah hal yang baru. Pada akhir tahun 2022, terobosan ini berhasil mencuri perhatian dalam kegiatan Perkebunan Expo (BunEx) di Jakarta Convention Center.