PADANG, HARIANHALUAN.ID – Calon Bupati Tanah Datar, Richi Aprian mengajukan permohonan perselisihan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi atau MK RI usai ditolak Bawaslu Sumbar.
Richi menggugat hasil Pilkada Tanah Datar sarat dengan aturan perundang-perundangan dengan menggandeng advokat O.C. Kaligis sebagai kuasa atas permohonan PHP-Kada ke MK RI itu.
Richi sendiri menurut petinggi Partai NasDem Sumbar Hendri Irawan Dt Tanbijo punya bukti atas dugaan pelanggaran aturan UU 16/2010 tentang Pemilu Kepala Daerah diduga dilakukan pemenang Pilkada kabupaten itu.
“Ada sejumlah aturan yang dilabrak Paslon peraih suara terbanyak Pilkada Tanah Datar pada 27 November 2024. Dan dugaan itu punya padanan hukum yaitu didiskualifikasi nya, satu dari dua Paslon di Pilkada Banjar Baru,” ujar Hendri kepada awak media Senin (16/12) di Padang.
Konstruksi hukum disusun oleh kuasa Richi Aprian, O.C. Kaligis dan kawan-kawan yang menjadi dasar hukum atas permohonan. Apalagi Richi sudah mengadukan dugaan pelanggaran pasal UU 16/12-2024. Pasal yang dimaksud itu pasal 71 UU nomor 10 tahun 2016, di antaranya.
Pertama. Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Kedua. Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Ketiga. Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Keempat. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau penjabat Bupati Walikota.
Kelima. Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Keenam. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
“Soal ini, dari bukti permohonan ke MK RI itu, pasal 71 ayat 3 dan ayat 5, bisa dikenakan hukuman diskualifikasi,” ujar Hendri.
Terkait dugaan pelanggaran pasal 71 itu, Richi Aprian memiliki bukti fakta, walau kata Hendri pengaduan Richi ke Bawaslu Tanah Datar dan Bawaslu Sumbar ditolak.
“Silahkan saja, toh ujian terkait dugaan pelanggaran itu ada di MK RI lewat persidangan PHP-Kada 2024, apalagi ada unsur terstruktur, sistemik dan masif, sangat mudah bagi MK RI jatuhkan vonis diskualifikasi kepada Paslon peraih suara terbanyak pada Pilkada kemarin. Dan analisa serta kajian bisa saja Bawaslu Tanah Datar atau pun Bawaslu Sumbar dilaporkan ke DKPP, atas putusan yang diputuskan tentang Pasal 71 UU 16/2010 itu,” ujarnya. (*)