“Daripada alokasi anggaran yang tersedia kembali lagi ke kas pemerintah pusat menjadi SILPA, lebih baik dihabiskan. Soal apakah pembangunan itu nantinya bermanfaat, tepat guna atau tidak, itu urusan lain. Ini yang menjadi persoalan,” ungkapnya.
Secara umum, Imral Adenansi menilai pembangunan terminal tipe A Anak Air yang pada akhirnya tidak berfungsi dengan baik , hanyalah satu dari sekian banyak pekerjaan rumah pemerintah pada sektor transportasi darat.
Ia menuturkan, kondisi pelaku usaha angkutan umum resmi di Sumatra Barat saat ini, sudah kian terdesak dengan menjamurnya aplikasi transportasi online dan travel liar. Saat ini pengusaha transportasi darat harus benar-benar berjuang untuk Survive.
“Jumlah ojek maupun taxi online di indonesia saja saat ini sudah hampir 40 juta orang. Sementara di Sumbar saja, saat ini kami para pengusaha AKAP hanya bisa mengharapkan penumpang di High Season saja. Sementara di Low Season, sulit untuk diharapkan,” ucapnya.
Untuk itu, Selaku Ketua DPD Organda Sumbar, ia mendorong pemerintah melahirkan regulasi yang adil bagi seluruh pelaku usaha transportasi darat.
“Meskipun bagi pemerintah hal ini menjadi dilema. Tapi bagaimanapun harus ada regulasi yang tidak merugikan bagi kami pelaku usaha transportasi darat yang taat membayar pajak ini,” pungkasnya. (*)