“Kita sudah menyiapkan perda karena ini adalah kebijakan direktif pemerintah pusat yang diamanatkan undang-undang, kita sikapi dengan perda kita di Sumbar. Artinya, apa yang diamanatkan undang-undang harus kita lakukan,” ujarnya kepada Haluan usai menghadiri acara pemaparan Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Sumbar oleh Dewan Pers, Selasa (17/11) lalu.
Pada kesempatan itu, Gubernur Mahyeldi mengakui bahwa kebijakan opsen pajak akan membuat penerimaan provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki jumlah kendaraan sedikit akan berkurang.
“Untuk itu, kita di daerah juga melakukan intensifikasi segala potensi yang ada untuk dimaksimalkan, ini barangnya sudah ada (Pajak Kendaraan Bermotor, red), makanya kita berulang kali melakukan pemutihan, sehingga kedepannya bisa menjadi potensi. Ini salah satu cara kita untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak,” ucapnya.
Mahyeldi menuturkan, pemungutan pajak di Sumbar, pada dasarnya bertujuan untuk mendorong kesejahteraan dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Namun demikian, upaya ini tidak hanya dilakukan pemerintah saja. Tapi juga oleh para perantau yang selama ini telah terlibat aktif dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat di nagari masing-masing.
“Kita mengajak pihak yang lain untuk langsung berperan sampai ke tingkat nagari, bisa saja pajak tidak masuk kepada kita, tapi mungkin aktivitas masyarakat bisa terbantu. Seperti misalnya bagi kita di Sumbar itu peran perantau yang bisa langsung berinvestasi di nagari masing-masing,” ujarnya.
Ia juga mengakui, PAD Sumbar tidaklah terlalu tinggi. Namun ia mengklaim, ekonomi masyarakat di nagari nyatanya tetap menggeliat dengan peran berbagai pihak termasuk perantau. Menurut Mahyeldi, hal ini dibuktikan dengan kecilnya angka ketimpangan atau Gini Ratio Sumbar.