Sigap Menyikapi Penerapan Opsen Pajak, Optimalkan Pendapatan di Luar Pajak Kendaraan

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Pemerintah akan mulai menerapkan opsen pajak kendaraan bermotor kepada masyarakat pada Januari 2025. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Seiring akan diberlakukannya aturan opsen pajak kendaraan bermotor, DPRD Sumbar mendorong Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) untuk lebih optimal menggali sumber pendapatan lain di luar pajak kendaraan guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini agar kegiatan pembangunan tetap bisa berjalan lancar meski terjadi penurunan pendapatan di APBD sebagai dampak diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022.

Diberlakukannya UU yang mengatur terkait Opsen Pajak berpengaruh cukup besar terhadap pendapatan daerah Sumbar. Aturan baru ini membuat pendapatan daerah di APBD Sumbar 2025 diperkirakan mengalami penurunan lebih kurang Rp1,2 triliun.

Dengan diberlakukannya opsen, daerah-daerah yang memiliki jumlah kendaraan lebih banyak atau penjualan kendaraan lebih tinggi akan mendapatkan PAD yang besar, sementara daerah dengan jumlah kendaraan yang sedikit akan memiliki PAD lebih kecil. Kemudian, untuk dana bagi hasil pajak itu sendiri secara aturan akan langsung ditransfer ke kabupaten/kota.

Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah menyatakan, Sumbar siap menyambut pemberlakuan kebijakan opsen pajak sebagaimana yang telah diamanatkan UU Nomor  1 Tahun 2022 tentang HKPD. 

Regulasi opsen pajak kendaraan bermotor terbaru ini telah ditindaklanjuti  Pemprov Sumbar dan DPRD dengan merumuskan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 

“Kita sudah menyiapkan perda karena ini adalah kebijakan direktif pemerintah pusat yang diamanatkan undang-undang, kita sikapi dengan perda kita di Sumbar. Artinya, apa yang diamanatkan undang-undang harus kita lakukan,” ujarnya kepada Haluan usai menghadiri acara pemaparan Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Sumbar oleh Dewan Pers, Selasa (17/11) lalu.

Pada kesempatan itu, Gubernur Mahyeldi mengakui bahwa kebijakan opsen pajak akan membuat penerimaan provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki jumlah kendaraan sedikit akan berkurang.

“Untuk itu, kita di  daerah juga melakukan intensifikasi segala potensi yang ada untuk dimaksimalkan, ini barangnya sudah ada (Pajak Kendaraan Bermotor, red), makanya kita berulang kali melakukan pemutihan, sehingga kedepannya bisa menjadi potensi. Ini salah satu cara kita untuk meningkatkan kesadaran masyarakat membayar pajak,” ucapnya.

Mahyeldi menuturkan, pemungutan pajak di Sumbar, pada dasarnya bertujuan untuk  mendorong kesejahteraan dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Namun demikian, upaya ini tidak hanya dilakukan pemerintah saja. Tapi juga oleh para perantau yang selama ini telah terlibat aktif dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat di nagari masing-masing.

“Kita mengajak pihak yang lain untuk langsung berperan sampai ke tingkat nagari, bisa saja pajak tidak masuk kepada kita, tapi mungkin aktivitas masyarakat bisa terbantu. Seperti misalnya bagi kita di Sumbar itu peran perantau yang bisa langsung berinvestasi di nagari masing-masing,” ujarnya.

Ia juga mengakui, PAD Sumbar tidaklah terlalu tinggi. Namun ia mengklaim, ekonomi masyarakat di nagari nyatanya tetap menggeliat dengan peran berbagai pihak termasuk perantau. Menurut Mahyeldi, hal ini dibuktikan dengan kecilnya angka ketimpangan atau Gini Ratio Sumbar.

“Gini Ratio Sumbar masuk tiga terbaik, terendah di Indonesia tahun 2023. Artinya, pertumbuhan ekonomi kita yang tidak terlalu tinggi, tetapi kesejahteraan masyarakat meningkat. Itu membuktikan kepada kita bahwa di luar pemerintah, peran perantau sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Selain angka Gini Ratio yang relatif rendah, menurut Mahyeldi, jumlah penduduk miskin Sumbar saat ini hanya tersisa sebanyak 4,9 persen. Berada di bawah rata-rata nasional. Hal ini juga tidak terlepas dari bantuan perantau.

“Perantau kita banyak yang sukses, jika kita hitung jumlah penduduk miskin di Sumbar 4,9 persen, di bawah nasional. Akan tetapi, dari perantau kita langsung memberikan bantuan seperti membangun masjid, beasiswa, dan sebagainya,” kata Mahyeldi.

Dengan situasi itu, Mahyeldi meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu tegak lurus dengan kesejahteraan. Namun demikian, ia memastikan akan ada langkah-langkah optimalisasi pendapatan dalam rangka menyikapi pemberlakuan kebijakan opsen pajak  pada tanggal 5 Januari 2025 nanti. “Untuk optimalisasi pendapatan pasti akan dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada,” ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy juga menegaskan perlunya penerapan teknologi informasi (IT) dalam merespons pemberlakukan kebijakan opsen pajak. Langkah itu menjadi suatu keharusan dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah.

“Dengan sistem informasi yang terintegrasi dan berbasis digital, proses pemungutan pajak lebih efisien, transparan, dan mudah diakses masyarakat,” ucap Audy saat kegiatan Perjanjian Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak Daerah dan Sinergi Pemungutan Opsen Pajak Daerah serta Pemberian Penghargaan kepada OPD Pemprov Sumbar Taat Pajak dan Rapat Pembahasan Rencana Kerja Opsen Pajak Daerah, Rabu (20/11) silam.

Pada kesempatan itu, Audy juga tidak memungkiri bahwa sumber PAD Sumbar sangat terbatas hanya pada Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), pajak bahan bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan cukai rokok. 

Bahkan, menurut Audy, justru pemerintah kabupaten/kota yang sebenarnya pendapatan daerahnya lebih banyak. “Kalau kabupaten/kota ada pajak bumi bangunan, pajak konsumen, hotel, dan rumah makan. Pendapatannya lebih banyak dibandingkan Pemprov,” tutur Audy.

Kenyataannya sekarang, proporsi PAD antara pemerintah kabupaten/kota di Sumbar dengan pemerintah pusat masih timpang. Bahkan, PAD pemerintah kabupaten/kota di Sumbar hanya 20 persen paling tinggi. Ada juga cuma 8 persen dan 7 persen. 

“Kalau dibandingkan dengan DKI Jakarta, PAD-nya paling besar itu bisa mencapai Rp73 triliun. Sementara, Pemprov Sumbar cuma Rp2,7 triliun. Karena di Jakarta, dengan menerapkan digitalisasi, perantau yang masuk ke Jakarta, hotel dan restoran di Jakarta pajaknya dipotong,” kata Audy. 

Oleh karena itu, Audy mendorong pemerintah kabupaten/kota harus banyak kreasi dan lebih kreatif. Audy mencontohkan kondisi di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Jika daerah ini mampu menerapkan digitalisasi, maka potensi PAD akan sangat besar. Apalagi Mentawai didatangi oleh banyak sekali wisatawan mancanegara.

“Bayangkan saja jika wisatawan mengeluarkan biaya USD100 per hari, sementara mereka tinggal selama 10 hari, berapa ratus miliar uang masuk. Jika saja pajak diambil 10 persen saja dari 90 ribu wisatawan, maka PAD Mentawai luar biasa, bisa mencapai USD900.000,” tuturnya. 

Tapi kenyataannya, PAD Kepulauan Mentawai tetap saja rendah. Kondisi ini karena tidak menerapkan digitalisasi. Sehingga yang terjadi kebocoran. Saat ini di Kepulauan Mentawai banyak resort ilegal yang muncul, minuman keras masuk ilegal.

Lain halnya Kota Padang yang banyak PAD-nya, karena mulai menerapkan digitalisasi. Meski menerapkannya butuh waktu. Selain digitalisasi, Audy juga mengingatkan, dengan kemampuan fiskal terbatas, semua daerah di Sumbar harus kreatif mencari sumber pendapatan lain. 

“Perlu ada strategi pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten kota supaya maksimal pendapatannya dan jangan sampai minus. Beberapa pemerintah kabupaten kota harus cari pendapatan lain. Dibutuhkan sinergitas bersama, tingkatkan kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan pendapatan daerah,” ujarnya. (*)

Exit mobile version