PADANG, HARIANHALUAN.ID – Total Sisa lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Tahun 2024 hampir mencapai Rp1 triliun. Besaran Silpa tahun 2024 ini bisa dikatakan melonjak dua kali lipat dibandingkan Silpa di APBD 2023 yang berada pada angka lebih kurang Rp500 miliar.
Adapun total APBD tahun 2024 adalah sebesar Rp7 triliun atau Rp7.017.618.336.925 dengan target realisasi fisik 99,81 persen dan keuangan 99,94 persen. Sementara realisasi keseluruhan anggaran baru terlaksana pada 30 Desember Rp 6,1 triliun atau berada di angka 87,31 persen dan fisik 91,44 persen.
Besarnya Silpa di APBD Sumbar mendapat sorotan tajam dari sejumlah kalangan, salah satunya oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumbar periode 2019-2024, HM Nurnas.
Nurnas mengatakan berdasarkan data yang dikutip dari Dashboard Pembangunan Sumbar, tidak maksimalnya penyerapan anggaran hingga tanggal 30 Desember 2024 merupakan bukti tidak efisiennya kinerja Pemprov Sumbar dalam menggunakan anggaran.
Menurutnya, rendahnya realisasi serapan anggaran tahun ini menjadi yang terburuk sepanjang sejarah. Ia menilai, kelemahan dalam pengelolaan anggaran merupakan cerminan buruknya tata kelola pemerintah.
“Realisasi pemprov hanya 87,31 persen. Ini menjadi rekor terburuk dalam sejarah APBD Sumbar. Padahal, gubernur sebelumnya menargetkan minimal serapan 90 persen,” ujar Nurnas kepada awak media, di Padang, Senin (30/12).
Lebih jauh Nurnas menyampaikan, bahwa dari 52 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang ada, hanya 26 OPD yang berhasil mencapai serapan di atas 90 persen. “Di masa lalu, gubernur, masa Pak Irwan Prayitno dua periode selalu menekankan penggunaan anggaran yang optimal. Kini, setengah OPD justru gagal memenuhi target tersebut,” ujarnya.
Meskipun demikian, Nurnas memberikan apresiasi terhadap realisasi pendapatan daerah. Dari target Rp 6,85 triliun, Pemprov berhasil mencapai Rp 6,28 triliun atau sekitar 91,61 persen.
Dikatakannya, salah satu penyebab utama rendahnya serapan anggaran adalah banyaknya proyek yang belum terlaksana. Berdasarkan data e-purchasing, dari 1.459 paket dengan total anggaran Rp989 miliar, sebanyak 207 paket belum diproses. Selain itu, terdapat 2.324 paket non-tendering dengan nilai Rp308 miliar, namun hanya 462 paket yang rampung dikerjakan.
“Ini menunjukkan kelemahan besar di tingkat OPD. Banyak kegiatan yang belum terlaksana, padahal ini menyangkut Silpa yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal,” kata Nurnas.
Kritik keras juga diarahkan kepada Gubernur Mahyeldi, karena dimasa jabatannya serapan APBD rendah. “Dipenghujung kepemimpinan Gubernur Mahyeldi, kita melihat kinerja keuangan yang buruk. Jika serapan APBD rendah, dampaknya langsung terasa pada perekonomian masyarakat,” ujar Nurnas.
Nurnas berharap agar permasalahan serapan anggaran ini segera dievaluasi secara menyeluruh. “Jika ini dibiarkan, Sumbar akan terus babak belur. APBD yang seharusnya menjadi stimulus ekonomi justru menjadi beban. Pemprov harus melakukan evaluasi besar-besaran agar masalah ini tidak terulang,” ucapnya. (*)