PADANG, HARIANHALUAN.ID— Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Barat atau Walhi Sumbar meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pembangunan Pem bangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS Singkarak.
Kepala Departemen Advokasi Lingkungan Walhi Sumbar, Tommy Adam mengingatkan, Danau Singkarak adalah salah satu dari 15 danau yang masuk dalam Program Penyelamatan Danau Prioritas Nasional sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 90 Tahun 2021.
“Artinya, dari konteks lingkungan hidup kekinian, Danau Singkarak punya dilema persoalan lingkungan hidup yang sangat serius, sehingga masuk dalam salah satu danau kritis di Indonesia,” ujar Tommy kepada Haluan, Jumat (3/1).
Rencana pembangunan PLTS Terapung di Danau Singkarak dikhawatirkan akan semakin menambah beban lingkungan hidup dan sosial bagi masyarakat yang bermukim di sekitar danau vulkanik tersebut. Apalagi hingga saat ini masyarakat masih melancarkan penolakan.
Situasi ini harus dibaca dan disikapi pemerintah dengan serius. Sosialisasi yang dilakukan harus benar-benar sampai kepada masyarakat terdampak. “Sosialisasi tidak boleh hanya sampai kepada pejabat-pejabat dinas saja. Dalam artian, sosialisasi harus dipastikan berjalan dengan partisipatif dan benar-benar menyasar masyarakat terdampak,” ucapnya.
Jangan sampai, sosialisasi pembangunan PLTS Terapung Singkarak dilakukan seperti halnya sosialisasi berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah terbukti menuai respons penolakan keras dari masyarakat di berbagai daerah.
“Ketika sosialisasi dilakukan tidak melibatkan semua pihak, pasti akan muncul konflik sosial. Karena itu, Walhi minta pemerintah memikirkan kembali rencana pembangunan PLTS Terapung Singkarak,” tuturnya.
Ia menekankan, pemerintah bersama pemangku kebijakan terkait sebenarnya punya banyak opsi lokasi untuk pembangunan PLTS. Misalnya saja di lokasi jalan tol yang memang lebih aman dan mudah, mengingat lokasi dan lahannya telah dibebaskan oleh negara.
“Kenapa harus di danau yang telah menjadi sumber penghidupan ekonomi masyarakat. Walhi masih berkeyakinan bahwa negara harus menghormati masyarakat adat yang ada di Malalo dan nagari-nagari lainnya di salingka Danau Singkarak,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Pakar Lingkungan dari Universitas Andalas (Unand), Muhammad Nazri Janra. Menurutnya, proyek PLTS Singkarak harus tuntas dikaji dari berbagai aspek sebelum sebelum mulai dilaksanakan.
Ia menyebut, PLTS Singkarak, jika jadi diwujudkan, akan menjadi proyek kedua setelah PLTS Cirata di Wa duk Cirata, Jawa Barat. Dengan luas sekitar 200 hektare, PLTS Cirata Terapung pada sekitar 4 persen dari total luas waduk dan menghasilkan listrik sebesar 192 Mw peak yang mampu melistriki sekitar 50 ribu kepala keluarga.
Kapasitas ini masih bisa ditingkatkan sampai lima kalinya hingga batas ambang penutupan kawasan waduk oleh instalasi pem bangkit listrik, yaitu sebesar 20 persen total luas kawasan perairan waduk.
Sebagai danau kedua terbesar di Sumatera, Singkarak tercatat memiliki bentang kawasan perairan seluas 107,8 kilometer persegi atau sekitar 107.800 hektare.
Dapat di bayangkan jika secara kasar luasan PLTS yang akan di bangun menggunakan proporsi yang sama dengan PLTS Cirata, tentunya energi yang bisa dihasilkan akan jauh lebih besar lagi dan mampu berbuat lebih banyak dalam menghidupkan listrik di kawasan Sumatera bagian tengah yang masih sepenuhnya bergantung pada listrik dari sumber air (PLTA).
“Dalam menyambut potensi manfaat yang sedemikian besar, tentunya kita pun berharap kepada para pemangku kebijakan yang terlibat dalam pembangunan PLTS Singkarak ini untuk dapat menjawab setidaknya beberapa tantangan ekologis (di antara beragam aspek lainnya) yang mungkin muncul nantinya saat instalasi tersebut telah berjalan,” katanya. (*)